Rabu, 12 Juni 2013

KARMA




Kota Batu, 31 Mei 2013
Samanera Vimalaseno

Yâni karoti puriso Tâni attani passati.
Perbuatan apa yang dilakukan seseorang, itulah yang dilihatlah dalam dirinya.

Kebahagiaan duniawi (perumah tangga) tentu masih mengandung unsur nafsu keinginan (Taṇha), dan kemelekatan (upᾱdᾱna), apabila dikejar maka kedua unsur itu akan membawa dampak munculnya Dukkha, sebab dukkha adalah Taṇha dan upᾱdᾱna, jalan terhentinya dukkha adalah memadamkan Taṇha dan upᾱdᾱna dengan cara jalan mulia berfaktor delapan. Taṇha dan upᾱdᾱna apabila dikejar untuk dipenuhi dapat digambarkan seperti seseorang yang sedang haus yang diberi minum air garam, maka rasa haus itu semakin menjadi dan tidak akan terobati dengan segelas air garam,seperti contoh orang yang ingin punya rumah baru, sudah punya rumah baru, tidak puas bentuk rumah, tambah lantai dua, tidak puas tambah lantai tiga, tidak puas pindah rumah baru, punya motor baru tidak puas di modif mengikuti gaya jaman sekarang, ada model baru, ganti motor baru dan modif motor baru, bahkan bosan dengan suami dan isteri ganti atau nambah suami dan isteri baru, dari kesemua itu akan membawakan kemelekatan dan apabila berpisah dengan apa yang dimiliki/ dicintai orang tersebut akan menderita. Pada dasarnya manusia ini serakah dan tidak pernah puas, inilah dikatakan adanya Taṇha (nafsu keinginan) dan kemelekatan (upᾱdᾱna).
 Niat (Cetanᾱ)/ pikiran seseorang kepada obyek itu telah dikatakan Kamma, belum termasuk ucapan dan perbuatan bada jasmani. Perbuatan dari pikiran disebut (mano kamma), ucapan (vaci kamma), tindakan jasmani (kᾱya kamma), perbuatan baik melalui pikiran disebut (kusala mano kamma), ucapan (kusala vaci kamma), tindakan jasmani (kusala kᾱya kamma), dan sebaliknya perbuatan tidak baik dari pikiran disebut (akusala mano kamma), ucapan (akusala vaci kamma), tindakan jasmani (akusala kᾱya kamma), dari semua perbuatan akan membuahkan hasil perbuatan yaitu Vipᾱka Kamma.
Di dalam kehidupan bermasyarakat tentu kita akan menjumpai berbagai macam jenis karakter orang lain, tentu  di dalam Aṅguttara Nikᾱya; III;2, dijelaskan orang tolol ditandai dengan prilakunya, orang bijaksana ditandai oleh prilakunya, kebijaksanaan memancar terang prilakunya. Lewat tiga hal orang tolol dapat dikenali: lewat perilaku tubuh, ucapan, dan pikiran yang buruk. Lewat tiga hal orang bijaksana dapat dikenali: lewat perilaku tubuh, ucapan, dan pikirannya yang baik.
Apabila kita merenung dari hakikat kehidupan ini, manusia tidak dapat terlepas dari kamma, kamma identik dengan perbuatan, perbuatan itu baik hasilnya pun baik seperti kebahagiaan, dan sebaliknya perbuatan buruk, hasilnya juga buruk adalah penderitaan, ada orang bertanya kenapa orang baik ada yang hidupnya kurang beruntung, orang baik matinya cepat, malah sebaliknya orang jahat lebih beruntung, umurnya panjang. Apabila kita boleh meninjau, makhluk tidak cukup lahir saat ini saja, melainkan setiap makluk mengalami kelahiran yang tidak terhitung  jumlahnya, karena pada dasarnya alam dalam agama buddha ada 31 alam, terbagi menjadi 4 alam menderita (ᾱpaya bhūmi), 11 alam masih melekat pada kesenangan (Kᾱmasugati Bhūmi), 16 alam Rupa Bhūmi , dan 4 alam Arupa Bhūmi. Tentu apabila kita melihat orang baik umurnya pendek atapun kurang beruntung tentu dilihat dari segi yang lain salah satunya faktor kamma masa lalu sebagai pendukung dikehidupan saat ini, selain itu faktor lain karena ia lengah, tidak waspada, dan lain sebagainya, demikian pula orang tidak baik lebih beruntung dan usianya panjang, dilihat faktor karma masa lalu sebagai penopang kehidupan saat ini dan kondisi/ faktor lainnya juga yang mendukung.
Kamma tidak sama dengan takdir, kamma masih dapat dirubah, akan tetapi takdir adalah keputusan yang tidak dapat diganggu gugat, perlu diketahui bahwa kamma bukan faktor/ kondisi yang tunggal, apabila kamma dikatakan faktor / sebab yang tunggal, maka akan muncul kesalahpahaman terhadap bunyi hukum kamma, yaitu hukum perbuatan, barang siapa yang menabur, maka ia harus memetik/ menuai hasil dari apa yang ia tabur/ ia tuai. Cara kerja Kamma dapat diperumpakan seperti layaknya seorang petani, yang menabur bibit padi yang berkualitas maupun yang tidak berkualitas dilahan yang subur maupun yang tidak subur, menggunakan pupuk maupun tidak, dengan perawatan maupun tidak, maka padi itu akan tumbuh dan panen dengan akibat yang dikondisikan pada sebab-sebab sebelumnya.
            Kamma akan bekerja sesuai dengan hukumnya, tidak mungkin seorang petani yang menabur bibit padi akan menuai hasil kangkung, ataupun bayam, karena apabila seseorang melakukan kebaikan maka sebagai hasil ia akan memetik buah dari kebahagiaan, dan sebaliknya apabila ia menabur benih keburukan maka ia akan menuai hasil dari buah penderitaan, tentu padi yang tanam akan memerlukan waktu untuk panen, tidak mungkin mengharap dalam waktu 1 hari padi dapat panen, karena itu adalah hal yang mustahil.
            Demikian kebanyakan orang baru melakukan sedikit kebaikan sudah sangat berharap mendapatkan sejuta berkah, apabila tidak terpenuhi karena kondisi kebaikan yang dilakukan tidak seimbang dengan apa yang diminta, maka ia akan kecewa dan menyalahkan sosok yang dianggap yang pemberi berkah adalah jahat dan tidak adil. Sebaliknya seseorang yang telah melakukan kesalahan yang berat sekalipun ingin kesalahannya itu dihapus, apabila perbuatan buruk dapat dihapus, ditebus, maka neraka tentu juga dapat dihapus dari kitab suci, karena tidak lagi ada orang berbuat salah dan telah di hapus/ ditebus.
Kalau hal demikian dapat digambarkan sebuah paku yang telah tertancap disebatang kayu, pada saat kayu dicabut, maka kayu itu akan berbekas lubang, demikian perbuatan baik ataupun buruk yang telah dilakukan maka itu akan membekas dalam diri pelakunya, apabila perbuatan itu baik, ia akan menikmati buah dari kebaikannya yaitu kebahagiaan, sebaliknya apabila ia melakukan perbuatan buruk, ia harus bertanggung jawab dari apa yang telah ia lakukan, menerima hasil penderitaan dari keburukan yang ditancapkan dalam hidupnya, disinilah ajaran Buddha yang mengajarkan umatnya untuk dapat berlaku mandiri, dan tidak menjadi pengemis spritual dengan meminta dan memohon pengampunan kesalahan, serta memohon dan meminta berkah, sebaliknya umat Buddha yang memahami Dhamma dapat membuat kondisi berkah maupun penderitaan bagi dirinya sendiri.
            Pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa / belum siap untuk menerima kenyataan hidup, seperti berbagai kasus yang terjadi di masyarakat: rambut yang sudah beruban (memutih), karena tidak mau dianggap tua, ia semir hitam, tidak mau dibilang tua, hidung pesek, muka jerawatan, mukanya dioperasi kulit agar terlihat seperti anak muda, cantik, mancung dan  ada yang tidak mau sakit, maka ia selalu mengkonsumsi obat-obat/ hidup ketergantungan obat-obatan, takut kulitnya rusak, menggunakan kosmetik secara berlebihan, serta takut mati, maka ia tidak pernah mau tahu  soal kematian, bahkan tetangganya meninggal, ia tidak mau menghadiri, selalu berdoa agar umurnya panjang, apabila kita merenungkan mereka adalah orang-orang yang hidup dalam ketakutan dan berharap agar tidak ada yang berubah di dalam dirinya, tentu didalam ABHIṆHAPACCAVEKHAṆA PᾹṬHA dijelaskan:
Aku Wajar mengalami usia tua.
aku takkan mampu menghindari usia tua.
aku wajar mengalami sakit.
aku takkan mampu menghindari sakit.
aku wajar mengalami kematian.
aku takkan mampu menghidari kematian.
segala milikku yang kucintai, kusenangi wajar berubah, wajar terpisah dariku.
aku adalah pemilik perbuatanku sendiri,
terwarisi oleh perbuatanku sendiri,
lahir dari perbuatanku sendiri,
berkerabat dengan perbuatanku sendiri,
tergantung pada perbuatanku sendiri.
Perbuatan apa pun yang akan kulakukan baik ataupun buruk,
perbuatan itulah yang akan kuwarisi.
Demikian hendaknya kerap kali kita renungkan.
            Dengan demikian setelah kita pahami bahwa segala sesuatu yang dilahirkan akan melewati masa tua, sakit dan mati. Memang kelahiran, tua dan sakit tidaklah pasti, akan tetapi kematian adalah pasti. Apabila kita mengerti hukum Tilakkhaṇa dengan adanya anicca (ketidakkekalan) maka adanya Dukkha (ketidakpuasan) dan anatta (tanpa inti/ roh), maka kita akan menjalani hidup ini dengan kewaspadaan dan happy (bahagia) tanpa beban dan permusuhan.
            Marilah Saudara-saudari se-Dhamma kita selalu berbuat baik setiap saat ini adalah hal yang sangat dituntut, sehingga kamma baik akan tercipta dari pikiran, ucapan dan tindakan jasmani, dari melatih Sῑla dan Samᾱdhi serta Kebijaksanaan akan diperoleh, sehingga dari timbunan kamma baik akan menghantarkan umat Buddha untuk dapat merealisasi untuk mencapai Nibbᾱna.

Refrensi:
Nyanaponika, Bodhi. 2003. Petikan Aṅguttara Nikᾱya. Vihᾱra Bodhivaṁsa, Wisma
Dhammaguṇa. Klaten

Dhammadhῑro. 2009. Paritta Suci kumpulan wacana Pᾱli untuk Upacara dan Pūj. Yayasan
Saṅgha Theravᾱda Indonesia. Jakarta

Kaharudin. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma (Pᾱli-Sansekerta-Indonesia). Tri Sattva
Buddhist Centre. Jakarta























Tidak ada komentar:

Posting Komentar