Publikasi: Samanera Vimalaseno
Agama Buddha merupakan
suatu agama yang dalam mencapai suatu tujuannya menekankan pada praktek moral.
Dewasa ini banyak yang beranggapan bahwa agama buddha merupakan suatu agama
yang bersifat religius yang menyembah berhala. Namun sebenarnya tidaklah
demikian, karena setiap agama mempunyai cara-cara tersendiri untuk mencapai
tujuannya. Buddha menganjurkan kepada setiap umatnya untuk selalu tekun
menjalankan praktek sila dalam kehidupan sehari-hari. didalam agama Buddha
terdapat suatu jalan yang digunakan oleh sang Buddha dalam mencapai suatu
pencerahan yang membawa setiap manusia kepada ketenangan abadi.
Didalam agama Buddha
terdapat 4 (empat) tingkatan makhluk suci berdasarkan pada praktek jalan mulia
berunsur delapan, yang terdiri dari Sotapati,Sakadagami, Anagami dan tingkat
kesucian yang sempurna yaitu Arahat. Dalam pencapaiannya tidak lepas dari
melatih diri dengan melaksanakan Sila, Samadhi, Panna. Selain pencapian
kesucian tidaklah ditentukan oleh kedudukan seseorang, pakaian, dan juga pola
makan. Namun yang menentukan seseorang mencapai kesucian adalah keinginan batin
yang kuat dalam melaksanakan jalan mulia berunsur delapan.
A
Pengertian Makhluk Suci
Dalam
Buddha Dhamma makhluk suci di sebut juga dengan Ariya puggala. “ ariya “
artinya agung, mulia baik atau benar. “ puggala “ adalah individu, seseorang
yang mulia atau agung. Makhluk suci adalah siapa saja yang telah menghancurkan
atau melenyapkan dengan tuntas belenggu – belenggu atau sepuluh samyojana,
sehingga mencapai tingkat kesucian sotapana, sakadagami, anagami dan arahat.
Orang yang belum memiliki keseimbangan batin belum bisa dikatakan sebagai
makhluk suci.
B
Tingkat – tingkat kesucian
Tingkat
kesucian dalam agama Buddha dapat dibagi dalam dua golongan :
Puthujjana Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang belum mencapai tingkat kesucian.
Ariya-puggala Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang setidak-tidaknya telah mencapai tingkat kesucian pertama.
Puthujjana Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang belum mencapai tingkat kesucian.
Ariya-puggala Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang setidak-tidaknya telah mencapai tingkat kesucian pertama.
C Empat tingkat kesucian
Sotapanna : tingkatan Sotapanna , dimana
kata ini secara harafiah berarti "Pemasuk Arus" : Orang suci yang
paling banyak akan terlahir tujuh kali lagi.
Sotapanna telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana),yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa.
Sotapanna telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana),yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa.
Ada tiga macam Sotapanna :
a) Ekabiji Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali sekali lagi.
b) Kolamkola Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali dua atau tiga kali lagi.
c) Sattakkhattuparana Sotapanna adalah Sotapanna yang akan terlahir kembali tujuh kali lagi.
Sakadagami : Orang suci yang paling banyak
akan terlahir sekali lagi.
Sakadagami telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana) yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa dan telah melemahkan belenggu (4) kama-raga dan (5) vyapada.
Sakadagami telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana) yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikiccha, dan (3) silabbata-paramasa dan telah melemahkan belenggu (4) kama-raga dan (5) vyapada.
Anagami: Orang suci
yang tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung terlahir kembali
di salah sebuah dari lima alam Suddhavasa. Dari salah sebuah alam Suddhavasa
ini Anagami itu akan mencapai tingkat kesucian tertinggi sebagai Arahat dan
akhirnya ia mencapai parinibbana.
Anagami telah melenyapkan lima belenggu (samyojana) yaitu
Anagami telah melenyapkan lima belenggu (samyojana) yaitu
(1)
sampai dengan (5).
Ada lima macam Anagami :
1. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan pertama dari masa kehidupan mereka/Antaraparinibbayi
2. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan kedua dari masa kehidupanmereka/Antaraparinibbayi
3. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha keras ( Sasankhara parinibbayi)
4. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha ringan ( Asankhara parinibbayi)
5. Mereka yang mencapai alam kehidupan akanittha, yaitu alam kehidupan yang tertinggi (Uddham-soto-akanitthagami)
pertama dan ke dua digolongkan berdasarkan atas masa kehidupan mereka, sedangkan yang ketiga dan keempat berdasarkan usaha-usaha mereka, sedangkan yang kelima ditandai melalui alam tujuan mereka.
Ada lima macam Anagami :
1. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan pertama dari masa kehidupan mereka/Antaraparinibbayi
2. Mereka yang mencapai penerangan selama pertengahan kedua dari masa kehidupanmereka/Antaraparinibbayi
3. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha keras ( Sasankhara parinibbayi)
4. Mereka yang mencapai penerangan melalui usaha ringan ( Asankhara parinibbayi)
5. Mereka yang mencapai alam kehidupan akanittha, yaitu alam kehidupan yang tertinggi (Uddham-soto-akanitthagami)
pertama dan ke dua digolongkan berdasarkan atas masa kehidupan mereka, sedangkan yang ketiga dan keempat berdasarkan usaha-usaha mereka, sedangkan yang kelima ditandai melalui alam tujuan mereka.
Arahat :
Orang suci yang telah menyelesaikan semua usahanya untuk melenyapkan semua
belenggu yang mengikatnya. Bila ia meninggal dunia, ia tidak akan terlahir di
alam mana pun. Ia akan parinibbana.
Arahat telah melenyapkan sepuluh belenggu (1 - 10).
Terdapat empat macam arahat:
1. Sukhavipassako Arahat.
Arahat yang tidak memiliki jhana/abhinna, hanya mencapai kesucian dengan melaksanakan vipassana bhavana.
Arahat telah melenyapkan sepuluh belenggu (1 - 10).
Terdapat empat macam arahat:
1. Sukhavipassako Arahat.
Arahat yang tidak memiliki jhana/abhinna, hanya mencapai kesucian dengan melaksanakan vipassana bhavana.
2.Tevijjo Arahat.
Arahat yang memiliki tiga pengetahuan (vijja):
a. Pubbenivasanussati Nana; memiliki kesadaran akan kelahirannya yang lampau
b. Dibbacakkhu Nana; memiliki "mata dewa" sehingga dapat mengetahui kelahiran makhluk di alam dewa atau peta setelah meninggal.
c. Asavakhaya Nana; memiliki pengetahuan bagaimana cara melenyapkan asava (kekotoran batin yang paling dalam).
3. Chalabhino Arahat:
a sampai c seperti di atas ditambah dengan tiga kemampuan lain, yaitu:
d. Cetopariya Nana (paracitta vijja Nana); dapat membaca atau mengetahui pikiran makhluk lain.
e. Dibbasota Nana (telinga dewa); dapat mendengar percakapan suara dari alam dewa, brahma, dan apaya.
f. Iddhividha Nana, yang terdiri dari:
1. Adhitthana Iddhi, kekuatan kehendak mengubah tubuh dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu lagi.
2. Vikubbana Iddhi, kemampuan `menyalin rupa' menjadi anak kecil, raksasa, rupa buruk, menjadi tak tampak.
3. Manomaya Iddhi. Kemampuan `mencipta' dengan kekuatan pikiran. Misalnya: mencipta istana, taman, binatang. Lamanya ciptaan itu tergantung dari kekuatan pikiran.
4. Nana vipphara Iddhi. Pengetahuan menembus ajaran yang sulit.
5. Samadhivipphara Iddhi. Kekuatan konsentrasi untuk:
i. menembus dinding
ii. meyelam ke dalam bumi seperti di air
iii. berjalan di atas air seperti di tanah datar
iv. masuk ke dalam api tanpa hangus
v. terbang seperti burung
4. Patisambhidappatto Arahat.
Arahat yang memiliki empat patisambhida (pengetahuan sempurna):
a) Atthapatisambhida.
Pengertian mengenai arti/maksud ajaran dan dapat memberi penerangan secara rinci, hampir seperti Sang Buddha.
b) Dhammapatisambhida.
Pengertian mengenai intisari dari ajaran dan mampu mengajukan pertanyaan ajaran yang mendalam.
c) Niruttipatisambhida.
Pengertian mengenai bahasa dan mampu menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pendengar.
d) Patibhanapatisambhida.
Pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab spontan bila ada pertanyaan mendadak.
Derajat
kesucian ini didasarkan atas jumlah belenggu (samyojana) yang telah mereka
patahkan. Aliran Theravada mengenal adanya sepuluh belenggu yang menyebabkan
para makhluk terus berputar-putar dalam samsara.
Sakkayaditthi : Pandangan sesat tentang adanya
pribadi, jiwa atau aku yang kekal
Vicikiccha: Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
Silabbataparamasa : Kepercayaan tahyul bahwa
upacara agama saja dapat membebaskan
manusia dari penderitaan.
Kamaraga : Nafsu Indriya.
Vyapada : Benci, keinginan tidak baik.
Ruparaga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam
bentuk. (rupa-raga).
Aruparaga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam
tanpa bentuk.
Mana
= Ketinggian hati yang halus, Perasaan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain .
Uddhacca = Bathin yang belum seimbang benar.
Avijja
= Kegelapan bathin, Suatu kondisi batin yang halus sekali karena yang bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan
sempurna (arahat).
Catatan : Untuk Belenggu ruparaga dan aruparaga, Apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Jhana I, Jhana II, Jhana III atau Jhana IV , maka ia dilahirkan di Alam bentuk (rupa-raga).
Lima Samyojana/Belenggu pada Sotapanna dan Anagami dikenal sebagai lima belenggu rendah atau Orambhagiya-samyojana, Lima samyojana berikutnya pada Belenggu arahat dikenal dengan nama belenggu tinggi atau Uddhambhagiya-samyojana.
Orambhagiya-samyojana dan Uddhambhagiya-samyojana telah dimusnahkan oleh Arahat.
Banyak
dari siswa Sang Buddha yang memiliki 6 kekuatan batin tersebut. Sang Buddha
sendiri juga memiliki keenam Abhinna tersebut secara lengkap dan sempurna,
tetapi tentunya bukan hanya itu saja. Sang Buddha juga memiliki 10 rangkaian
Pandangan Terang dari Tathagata (Dasabala Buddha), sebagai berikut:
1. Beliau mengetahui apa yang mungkin sebagai mungkin, dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Misalnya beliau mengetahui bahwa tidak mungkin Sankhara itu kekal (permanen), dan tidak mungkin bahwa yang telah lahir tidak akan mati..
2. Beliau mengetahui dengan benar masaknya buah karma dari yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, apa yang bakal terjadi dan apa penyebabnya.
3. Beliau mengetahui dengan benar ke alam kehidupan yang mana cara hidup tertentu menuju, misalnya perilaku tertentu menuju neraka, perilaku lain akan mengakibatkan kelahiran di alam binatang dan sebagainya.
4. Beliau mengetahui sifat dan unsur-unsur dari alam semesta
5. Beliau mengetahui berbagai tingkat perkembangan dari individu
6. Beliau mengetahui karakter dan kemampuan dari individu
7. Beliau mengetahui pencapaian pandangan terang dan Jhana, juga kemundurannya
8. Beliau mengetahui kelahiran kelahiran yang lampau dari makhluk makhluk
9. Beliau mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karmanya.
10. Beliau memiliki pandangan terang untuk menghancurkan kekotoran batin seketika dan untuk selamanya.
Inilah kesepuluh kekuatan dari kebajikan Sang Buddha yang berupa Pandangan Terang yang menempatkan Beliau sebagai pemimpin dunia dan pemutar roda Dhamma. Di samping itu masih ada lagi kemampuan khusus dari Sang Buddha, sebagai berikut:
1. Indriya-Paro-Pariyatti-Nana: mengetahui tingkat perkembangan Saddha (keyakinan), Viriya (semangat/kegigihan), Sati (kesadaran penuh), Samadhi (konsentrasi), dan Panna (kebijaksanaan / pandangan terang) dari seseorang sehingga Sang Buddha bisa memberikan kotbah yang sesuai.
2. Asaya-Anusaya-Nana: menemukan kecenderungan atau bakat lampau terpendam dalam diri seseorang.
3. Anavarama-Nana: Pandangan yang tak terhalangi
4. Sabbannuta-Nana: Dengan kemahatahuan ini, Sang Buddha mengetahui semua tentang lima hal:
- Sankhara, bagaimana Terbentuknya
- Vikara, bagaimana lenyapnya
- Nibbana
- Lakkhanabagaimana corak universal anicca, dukkha, anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa diri)
- Pragnapti, semua tentang kebenaran konvensional, seperti: konsep orang,makhluk, kursi, gunung, dan seterusnya.
5. Maha-Karuna-Nana : Beliau mempunyai kasih sayang yang universal.
6. Yamaka-Patiaraya-Nana: Sang Buddha memiliki 5 Cakkhu (mata)
- Mansa-Cakkhu atau mata jasmani biasa yang dapat melihat benda sangat kecil dari jarak yang sangat jauh.
- Dibba-Cakkhu atau mata batin yang dapat melihat bagaimana makhluk lahir dan mati (disebut juga Catupapata-nana)
- Buddha-Cakkhu atau mata Buddha. Ini adalah gabungan dari Indriya-Paro-Pariyatti-Nana dan Asaya-Anusaya-Nana
- Panna-Cakkhu atau mata kebijaksanaan. Ini adalah Vipassana-Nana
- Samanta-Cakkhu atau mata pengetahuan tanpa batas. Ini adalah Sabbannuta-nana.
1. Beliau mengetahui apa yang mungkin sebagai mungkin, dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Misalnya beliau mengetahui bahwa tidak mungkin Sankhara itu kekal (permanen), dan tidak mungkin bahwa yang telah lahir tidak akan mati..
2. Beliau mengetahui dengan benar masaknya buah karma dari yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, apa yang bakal terjadi dan apa penyebabnya.
3. Beliau mengetahui dengan benar ke alam kehidupan yang mana cara hidup tertentu menuju, misalnya perilaku tertentu menuju neraka, perilaku lain akan mengakibatkan kelahiran di alam binatang dan sebagainya.
4. Beliau mengetahui sifat dan unsur-unsur dari alam semesta
5. Beliau mengetahui berbagai tingkat perkembangan dari individu
6. Beliau mengetahui karakter dan kemampuan dari individu
7. Beliau mengetahui pencapaian pandangan terang dan Jhana, juga kemundurannya
8. Beliau mengetahui kelahiran kelahiran yang lampau dari makhluk makhluk
9. Beliau mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karmanya.
10. Beliau memiliki pandangan terang untuk menghancurkan kekotoran batin seketika dan untuk selamanya.
Inilah kesepuluh kekuatan dari kebajikan Sang Buddha yang berupa Pandangan Terang yang menempatkan Beliau sebagai pemimpin dunia dan pemutar roda Dhamma. Di samping itu masih ada lagi kemampuan khusus dari Sang Buddha, sebagai berikut:
1. Indriya-Paro-Pariyatti-Nana: mengetahui tingkat perkembangan Saddha (keyakinan), Viriya (semangat/kegigihan), Sati (kesadaran penuh), Samadhi (konsentrasi), dan Panna (kebijaksanaan / pandangan terang) dari seseorang sehingga Sang Buddha bisa memberikan kotbah yang sesuai.
2. Asaya-Anusaya-Nana: menemukan kecenderungan atau bakat lampau terpendam dalam diri seseorang.
3. Anavarama-Nana: Pandangan yang tak terhalangi
4. Sabbannuta-Nana: Dengan kemahatahuan ini, Sang Buddha mengetahui semua tentang lima hal:
- Sankhara, bagaimana Terbentuknya
- Vikara, bagaimana lenyapnya
- Nibbana
- Lakkhanabagaimana corak universal anicca, dukkha, anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa diri)
- Pragnapti, semua tentang kebenaran konvensional, seperti: konsep orang,makhluk, kursi, gunung, dan seterusnya.
5. Maha-Karuna-Nana : Beliau mempunyai kasih sayang yang universal.
6. Yamaka-Patiaraya-Nana: Sang Buddha memiliki 5 Cakkhu (mata)
- Mansa-Cakkhu atau mata jasmani biasa yang dapat melihat benda sangat kecil dari jarak yang sangat jauh.
- Dibba-Cakkhu atau mata batin yang dapat melihat bagaimana makhluk lahir dan mati (disebut juga Catupapata-nana)
- Buddha-Cakkhu atau mata Buddha. Ini adalah gabungan dari Indriya-Paro-Pariyatti-Nana dan Asaya-Anusaya-Nana
- Panna-Cakkhu atau mata kebijaksanaan. Ini adalah Vipassana-Nana
- Samanta-Cakkhu atau mata pengetahuan tanpa batas. Ini adalah Sabbannuta-nana.
Di
luar itu semua masih ada lagi 18 faktor luar biasa dalam diri Sammasambuddha
(18 avenikadharma), yaitu:
1. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa lampau.
2. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa sekarang
3. Setiap Buddha memiliki pandangan terang yang tak terhalangi akan masa yang akan datang
4. Semua perbuatan jasmani dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
5. Semua ucapan dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
6. Semua kegiatan pikiran Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
7. Tidak ada apapun yang dapat menentang kehendak Sang Buddha
8. Tidak ada yang dapat merintangi pencapaian konsentrasi dari Sang Buddha
9. Tidak ada yang dapat merintangi pengetahuan Sang Buddha melalui pandangan terang
10. Tidak ada yang dapat merintangi Kebebasan Sang Buddha
11. Tidak ada yang dapat menghalangi upaya Sang Buddha
12. Tidak ada yang dapat menghalangi Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma
13. Tidak ada unsur kelengahan ataupun sifat main-main dalam diri Sang Buddha
14. Sang Buddha tidak berisik
15. Sang Buddha tidak menunjukkan reaksi jasmani sehubungan perasaan gembira
16. Sang Buddha tidak pernah terburu-buru dalam setiap tindak tanduknya, selalu tenang dan terkontrol.
17. Sang Buddha tidak terlibat dengan kegiatan yang tidak berguna
18. Sang Buddha tidak pernah bersikap tidak peduli yang didasarkan kegelapan batin.
Demikianlah daftar kekuatan Sang Buddha Gotama yang tentunya juga merupakan daftar kekuatan standar bagi setiap Sammasambuddha dari segala masa.
1. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa lampau.
2. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa sekarang
3. Setiap Buddha memiliki pandangan terang yang tak terhalangi akan masa yang akan datang
4. Semua perbuatan jasmani dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
5. Semua ucapan dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
6. Semua kegiatan pikiran Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
7. Tidak ada apapun yang dapat menentang kehendak Sang Buddha
8. Tidak ada yang dapat merintangi pencapaian konsentrasi dari Sang Buddha
9. Tidak ada yang dapat merintangi pengetahuan Sang Buddha melalui pandangan terang
10. Tidak ada yang dapat merintangi Kebebasan Sang Buddha
11. Tidak ada yang dapat menghalangi upaya Sang Buddha
12. Tidak ada yang dapat menghalangi Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma
13. Tidak ada unsur kelengahan ataupun sifat main-main dalam diri Sang Buddha
14. Sang Buddha tidak berisik
15. Sang Buddha tidak menunjukkan reaksi jasmani sehubungan perasaan gembira
16. Sang Buddha tidak pernah terburu-buru dalam setiap tindak tanduknya, selalu tenang dan terkontrol.
17. Sang Buddha tidak terlibat dengan kegiatan yang tidak berguna
18. Sang Buddha tidak pernah bersikap tidak peduli yang didasarkan kegelapan batin.
Demikianlah daftar kekuatan Sang Buddha Gotama yang tentunya juga merupakan daftar kekuatan standar bagi setiap Sammasambuddha dari segala masa.
Batin
Orang Biasa.
Akusala
14 (abhidhamma/cetasika).
1.
Mohacatuka
;
Moha :
kebodohan batin.
Ahirika :
tidak malu berbuat jahat.
Anottapa : tidak takut akibat perbuatan jahat.
Uddhacca : kegelisahan.
2.
Dosa
catuka
Dosa : kebencian
Issa : cemburu
Macchariya : pelit
Kukkuccha : cemas, tidak tenang
3.
Lobhacatuka/papanca
dhamma ;
Lobha : keserakahan.
Dhitti : pandangan salah.
Mana : kesombongan.
4.
thiduka/endtri
;
Thina : malas.
Middha : lamban.
5.
Vicikiccha
;
Vicikiccha : keragu-ragua
Siswa
sang buddha yang sudah mencapai kesucian (siswa laki-laki).
Sangha
Bhikkhu:
1. Yang Ariya SARIPUTTA, Terkemuka dalam Kebijaksanaan
2. Yang Ariya MOGGALLANA, Terkemuka dalam Kekuatan Gaib
3. Yang Ariya ANANDA, Pembantu Tetap Sang Buddha dan Bendahara Dhamma
4. Yang Ariya MAHA KASSAPA, Terkemuka dalam Pelaksanaan Latihan Keras
5. Yang Ariya ANURUDDHA, Terkemuka dalam Mata Dewa
6. Yang Ariya UPALI, Terkemuka dalam Menjaga Sila
7. Yang Ariya RAHULA, Terkemuka dalam melaksanakan Kebaikan
1. Yang Ariya SARIPUTTA, Terkemuka dalam Kebijaksanaan
2. Yang Ariya MOGGALLANA, Terkemuka dalam Kekuatan Gaib
3. Yang Ariya ANANDA, Pembantu Tetap Sang Buddha dan Bendahara Dhamma
4. Yang Ariya MAHA KASSAPA, Terkemuka dalam Pelaksanaan Latihan Keras
5. Yang Ariya ANURUDDHA, Terkemuka dalam Mata Dewa
6. Yang Ariya UPALI, Terkemuka dalam Menjaga Sila
7. Yang Ariya RAHULA, Terkemuka dalam melaksanakan Kebaikan
1. Yang
Ariya Maha Pajapati Gotami Theri
Berasal
dari suku Koliya, pada waktu MahĂ PajĂ pati Gotami dilahirkan, ada seorang
peramal yang meramalkan bahwa jika besar nantiia akan menjadi pemimpin dari
suatu perkumpulan yang akan mempunyai banyak pengikut. Dan oleh sebab itu ia
diberi nama dengan “PajĂ pati”, yang mempunyai arti pemimpin dari suatu perkumpulan
besar, sedangkan “MahĂ ” yang berarti luar biasa.
MahĂ
PajĂ pati Gotami dan MĂ ya, merupakan kakak beradik yang telah menikah dengan
Raja Suddhodana, dan akhirnya mereka tinggal bersama di Kapilavattu. Tetapi
Ratu MĂ ya yang merupakan kakak dari MahĂ PajĂ pati Gotami, hamil terlebih dahulu
dan kemudian melahirkan Pangeran Siddharta, tujuh hari setelah melahirkan
Pangeran Siddharta, Ratu MĂ ya-pun meninggal dunia. Karena sudah menjadi suatu
tradisi maka MahĂ PajĂ pati Gotami menggantikan kakaknya, menjadi Permaisuri
dari Raja Suddhana. Walaupun sebagai ibu tiri, tapi beliau menyusui dan
mengurus Pangeran Siddharta seperti anaknya sendiri, dan kemudian MahĂ PajĂ pati
Gotami melahirkan dua orang anak, yaitu: Sundari-Nanda dan Nanda.
MahĂ
PajĂ pati Gotami adalah wanita yang pertama kali diterima dalam pasamuan
Bhikkhuni. Yang diterima oleh para Bhikkhu sesuai dengan peraturan yang telah
diajarkan Sang Buddha.(Delapan Peraturan Utama<Aùùhasila>).
2. Yang
Ariya Khema Theri
KhemĂ
berasal dari desa Sagala, Magadha salah satu keluarga yang sangat berkuasa.
Selain itu ia juga cantik, kulitnya berwarna kuning keemasan dan kecantikan
KhemĂ tersebut membuat Raja Bimbisara meminang dan menjadikannya sebagai
permaisuri. Ratu Khema, amat memuja kecantikan
wajahnya. Namun ia pernah mendengar bahwa Sang Buddha mengatakan bahwa
kecantikan bukan hal yang utama, dan karena itu Ratu Khema menghindar untuk
berjumpa dengan Sang Buddha. Raja Bimbisara mengerti sikap Ratu Khema terhadap
Sang Buddha, ia juga mengetahui betapa istrinya amat mengagumi kecantikan
wajahnya, lalu meminta pengarang lagu untuk menciptakan sebuah lagu yang isinya
memuji keindahan hutan Veluvana. Lagu itu kemudian dinyanyikan oleh para
penyanyi terkenal.
Ketika Ratu Khema mendengar lagu tersebut menjadi penasaran, karena hutan Veluvana yang digambarkan sebagai suatu tempat yang indah itu belum pernah ia dengar dan lihat sendiri.
"Kalian bernyanyi tentang hutan yang mana?" , tanya Ratu Khema kepada para penyanyi.
"Paduka Ratu, kami bernyanyi tentang tentang hutan Veluvana", jawab mereka.
Setelah mendengar lagu dari penyanyi tersebut Ratu Khema lalu menjadi ingin sekali mengunjungi hutan Veluvana.
Ketika Ratu Khema mendengar lagu tersebut menjadi penasaran, karena hutan Veluvana yang digambarkan sebagai suatu tempat yang indah itu belum pernah ia dengar dan lihat sendiri.
"Kalian bernyanyi tentang hutan yang mana?" , tanya Ratu Khema kepada para penyanyi.
"Paduka Ratu, kami bernyanyi tentang tentang hutan Veluvana", jawab mereka.
Setelah mendengar lagu dari penyanyi tersebut Ratu Khema lalu menjadi ingin sekali mengunjungi hutan Veluvana.
3. Yang
Ariya Kisa Gotami Theri
Seorang
gadis yang berasal dari sebuah keluarga miskin di kota Savatthi, nama yang
sebenarnya “Gotami”. Akan tetapi karena tubuhnya yang kurus maka dia dipanggil
dengan nama “KisĂ ”, sehingga setiap orang yang melihatnya berjalan dengan
badannya yang tinggi dan kurus, tak seorang pun dapat melihat kebaikan yang ada
dalam dirinya.Kisa Gotami sulit mendapatkan suami
karena miskin dan tidak memilik daya tarik. Namun secara tak terduga kebaikan
Kisa Gotami terlihat oleh seorang pedagang kaya yang menganggap bahwa kebaikan
tidak dapat dilihat dari penampilan luar saja. Pedagang kaya itu kemudian menikahi
Kisa Gotami.
Kisa Gotami tidak menduga ternyata keluarga suaminya memandang rendah dirinya karena kasta, kemiskinan, dan penampilan dirinya. Hal-hal tersebut membuat Kisa Gotami sangat menderita, terutama karena suaminya tercinta harus menghadapi konflik antara orang-orang yang ia sayangi, yaitu orangtua dan isterinya.
Waktu terus berlalu, lahirlah seorang bayi laki-laki dari pernikahannya itu. Kisa Gotami mulai diterima dan dihormati oleh seluruh keluarga suaminya. Dia sangat bahagia, tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, anaknya tersebut meninggal dunia ketika ia baru saja belajar berjalan. Kematian anaknya itu membuat Kisa Gotami sangat sedih dan amat takut.
"Akankah keluarga suamiku memandang rendah dan menyalahkan diriku atas semua yang telah terjadi?"
"O, tidak, aku harus berbuat sesuatu", pikirannya amat kalut.
Kejadian tersebut membuat Kisa Gotami menjadi gila, apalagi dia tidak pernah melihat kematian sebelumnya. Kisa Gotami tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya telah meninggal, dia menganggap anaknya hanya sakit dan harus mendapatkan obat untuk menyembuhkannya.
Dengan menggendong anaknya, Kisa Gotami meminta obat dari rumah ke rumah
"Tolong..., oh tolonglah, berikanlah obat untuk anakku yang sakit ini", ucapnya dengan penuh pengharapan.
Kisa Gotami tidak menduga ternyata keluarga suaminya memandang rendah dirinya karena kasta, kemiskinan, dan penampilan dirinya. Hal-hal tersebut membuat Kisa Gotami sangat menderita, terutama karena suaminya tercinta harus menghadapi konflik antara orang-orang yang ia sayangi, yaitu orangtua dan isterinya.
Waktu terus berlalu, lahirlah seorang bayi laki-laki dari pernikahannya itu. Kisa Gotami mulai diterima dan dihormati oleh seluruh keluarga suaminya. Dia sangat bahagia, tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, anaknya tersebut meninggal dunia ketika ia baru saja belajar berjalan. Kematian anaknya itu membuat Kisa Gotami sangat sedih dan amat takut.
"Akankah keluarga suamiku memandang rendah dan menyalahkan diriku atas semua yang telah terjadi?"
"O, tidak, aku harus berbuat sesuatu", pikirannya amat kalut.
Kejadian tersebut membuat Kisa Gotami menjadi gila, apalagi dia tidak pernah melihat kematian sebelumnya. Kisa Gotami tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya telah meninggal, dia menganggap anaknya hanya sakit dan harus mendapatkan obat untuk menyembuhkannya.
Dengan menggendong anaknya, Kisa Gotami meminta obat dari rumah ke rumah
"Tolong..., oh tolonglah, berikanlah obat untuk anakku yang sakit ini", ucapnya dengan penuh pengharapan.
4. Yang Ariya Patacara Theri
Walaupun seseorang hidup seratus
tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang
berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat
melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.
Patacara merupakan putri seorang saudagar kaya dari Savatthi. Ia sangat cantik. Orangtua Patacara sangat menyayangi dan menjaganya dengan ketat. Oleh karena itu ketika Patacara menginjak umur 16 tahun, ia selalu dikelilingi oleh beberapa penjaga, untuk melindunginya dari gangguan para pemuda. Karena selalu dijaga oleh para penjaga dan dikelilingi para pelayan di rumahnya, Patacara terlibat hubungan asmara dengan salah seorang pelayan di rumahnya. Hubungan tersebut berlangsung tanpa diketahui oleh orangtua Patacara.
Pada suatu hari, orangtua Patacara merencanakan pernikahannya dengan seorang pemuda dari golongan yang sederajat. Mengetahui hal tersebut, membuat Patacara menjadi sangat terkejut. Patacara tidak mau menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya, karena itu ia melarikan diri meninggalkan kota bersama kekasihnya, pelayan orang tuanya, pergi melalui pintu gerbang utama, dan tinggal di sebuah desa kecil, jauh dari Savatthi.
Patacara merupakan putri seorang saudagar kaya dari Savatthi. Ia sangat cantik. Orangtua Patacara sangat menyayangi dan menjaganya dengan ketat. Oleh karena itu ketika Patacara menginjak umur 16 tahun, ia selalu dikelilingi oleh beberapa penjaga, untuk melindunginya dari gangguan para pemuda. Karena selalu dijaga oleh para penjaga dan dikelilingi para pelayan di rumahnya, Patacara terlibat hubungan asmara dengan salah seorang pelayan di rumahnya. Hubungan tersebut berlangsung tanpa diketahui oleh orangtua Patacara.
Pada suatu hari, orangtua Patacara merencanakan pernikahannya dengan seorang pemuda dari golongan yang sederajat. Mengetahui hal tersebut, membuat Patacara menjadi sangat terkejut. Patacara tidak mau menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya, karena itu ia melarikan diri meninggalkan kota bersama kekasihnya, pelayan orang tuanya, pergi melalui pintu gerbang utama, dan tinggal di sebuah desa kecil, jauh dari Savatthi.
5. Yang Ariya Bhadda Kapilani Theri
Setelah melihat bahaya kehidupan
dunia, kami berdua menjadi pertapa dengan memusnahkan kekotoran batin dan kami
mencapai Nibbana
Bhadda Kapilani dilahirkan di dalam keluarga yang makmur dari suku Kosiya. Bhadda tumbuh menjadi dewasa di Sagala, ibukota dari kerajaan Madda. Pada suatu hari, ketika Bhadda masih kecil, ia melihat seekor burung gagak memakan serangga dan serangga tersebut kelihatan sangat menderita bergeliat-geliut diantara benih wijen kering. Kejadian tersebut sangat menakutkan Bhadda. Tetapi yang lebih menakutkan lagi ketika beberapa anak yang lebih tua mengatakan bahwa kematian serangga tersebut merupakan kesalahan Bhadda. Walaupun kejadian tersebut terlihat biasa, tetapi tidak menurut Bhadda. Semenjak kejadian itu, Bhadda mengambil keputusan untuk melepas hidup keduniawian.
Bhadda Kapilani dilahirkan di dalam keluarga yang makmur dari suku Kosiya. Bhadda tumbuh menjadi dewasa di Sagala, ibukota dari kerajaan Madda. Pada suatu hari, ketika Bhadda masih kecil, ia melihat seekor burung gagak memakan serangga dan serangga tersebut kelihatan sangat menderita bergeliat-geliut diantara benih wijen kering. Kejadian tersebut sangat menakutkan Bhadda. Tetapi yang lebih menakutkan lagi ketika beberapa anak yang lebih tua mengatakan bahwa kematian serangga tersebut merupakan kesalahan Bhadda. Walaupun kejadian tersebut terlihat biasa, tetapi tidak menurut Bhadda. Semenjak kejadian itu, Bhadda mengambil keputusan untuk melepas hidup keduniawian.
6. Yang Ariya Sona Theri
Walaupun seseorang hidup seratus
tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik
kehidupan sehari dari orang yang berjuang penuh dengan semangat. Sona adalah
seorang ibu rumah tangga yang mempunyai sepuluh orang anak. Beliau merawat,
mengasuh, membesarkan, mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Seluruh
hidupnya dicurahkan hanya untuk anak-anaknya.Suami Sona adalah pengikut Sang
Buddha, ia belajar banyak mengenai kehidupan. Setelah beberapa tahun menjadi
kepala rumah tangga, suami Sona memutuskan untuk terbebas dari belenggu
kehidupan dengan cara menjalani kehidupan suci. Dengan persetujuan Sona sebagai
isterinya, suami Sona meninggalkan keluarganya, menjalani kehidupan suci dan
ditahbiskan (upasampada) sebagai bhikkhu. Sona menjadi orang tua tunggal yang
menghidupi dan merawat kesepuluh anak-anaknya.
Waktu berlalu, Sona telah tua, dan anak-anaknya telah berkeluarga. Sona banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Walaupun demikian Sona yang telah tua, merasa takut dan cemas menghadapi hari tuanya. Sona merasa ia hanya menjadi beban bagi keluarga anak-anaknya saja. Sona takut akan kesepian, ditinggalkan oleh anak-anaknya.
Waktu berlalu, Sona telah tua, dan anak-anaknya telah berkeluarga. Sona banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Walaupun demikian Sona yang telah tua, merasa takut dan cemas menghadapi hari tuanya. Sona merasa ia hanya menjadi beban bagi keluarga anak-anaknya saja. Sona takut akan kesepian, ditinggalkan oleh anak-anaknya.
7. Yang Ariya Ambapali Theri
Demikianlah tubuh ini. Sekarang
berkeriput, tempat berbagai rasa sakit bersemayam, rumah tua dengan plesteran
dinding yang mengelupas. Ucapan Pembabar Kebenaran tidaklah salah.Pada suatu
pagi, seorang tukang kebun dari Kerajaan Licchavi di Vaseli, menemukan seorang
bayi perempuan terbaring di bawah pohon mangga dan memberikannya nama. Ambapali,
yang berasal dari kata amba (mangga) dan pali (garis atau batang).Kemudian
Ambapali tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang cantik dan anggun.Banyak
pangeran dari Licchavi ingin menikahinya. Mereka saling bertengkar ingin
menjadikan Ambapali sebagai isteri. Untuk menyelesaikan pertengkaran tersebut,
mereka berdiskusi dan sepakat memutuskan, "Biarlah Ambapali menjadi milik
semua orang."
Dengan demikian, Ambapali menjadi wanita penghibur. Dengan sifatnya yang baik, dia melatih ketenangan dan kemuliaan. Ambapali sering memberikan dana dalam jumlah besar dalam setiap kegiatan amal. Walaupun Ambapali seorang wanita penghibur, namun dia terlihat seperti ratu yang tak bermahkota di Kerajaan Licchavi itu.
Ketenaran Ambapali menyebar dan terdengar oleh raja Bimbisara dari Magadha. Kemudian Raja Bimbisara menemuinya, Beliau sangat terpesona akan kecantikannya. Terjalinlah hubungan diantara Raja Bimbisara dengan Ambapali, dari hubungan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki.
Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vesali dan tinggal vihara di hutan mangga. Ambapali datang untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan Sang Buddha memberikan khotbah kepada Ambapali. Keesokan harinya Ambapali mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk datang ke rumahnya.
Dengan demikian, Ambapali menjadi wanita penghibur. Dengan sifatnya yang baik, dia melatih ketenangan dan kemuliaan. Ambapali sering memberikan dana dalam jumlah besar dalam setiap kegiatan amal. Walaupun Ambapali seorang wanita penghibur, namun dia terlihat seperti ratu yang tak bermahkota di Kerajaan Licchavi itu.
Ketenaran Ambapali menyebar dan terdengar oleh raja Bimbisara dari Magadha. Kemudian Raja Bimbisara menemuinya, Beliau sangat terpesona akan kecantikannya. Terjalinlah hubungan diantara Raja Bimbisara dengan Ambapali, dari hubungan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki.
Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vesali dan tinggal vihara di hutan mangga. Ambapali datang untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan Sang Buddha memberikan khotbah kepada Ambapali. Keesokan harinya Ambapali mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk datang ke rumahnya.
Kesucian
merupakan sesuatu yang bukanlah hal mudah untuk digapai oleh seseorang dengan
hanya menjalani suatu ritual tertentu. Kesucian dalam agama Buddha sudah
menjadi suatu bagian dari pada hidup sesuai dengan Dhamma yang diajarkan oleh
Buddha. Buddha bersabda :
‘”
Dengan perbuatan,pengertian, dan kebajikan
Dengan sila dan hidup suci
Dengan cara inilah orang-orang menjadi suci
Dan bukan karena keturunan dan harta
kekayaan”.
Dalam hal ini kesucian seharusnya
dipahami sebagai Nibbana, yang terbebas dari segala kekotoran batin, yang
sungguh-sungguh murni. Adapun cara yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
mencapai suatu tingkat kesucian yaitu dengan menjalankan jalan mulia berunsur
delapan, yang terdiri dari pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar,
perbuatan benar, mata pencaharian benar,usaha benar perhatian benar dan
kosentrasi benar. Apabila dikelompokkan yaitu dua yang pertama digolongkan
sebagai kebijaksaan (panna) tiga berikutnya sebagai kesusilaan (sila) dan tiga
terahir adalah kosentrasi (Samadhi). Terdapat empat tingkatan dalam pencapaian
kesucian yaitu:
1.
Sotapati
(pemasuk arus)
2.
Sakadagami
(yang kembali sekali)
3.
Anagami
(tidak kembali lagi)
4.
Arahat
(kesempurnaan dalam kebijaksanaan)
Didalam pencapaian pemasuk arus
Sotapati dan sakadagami yaitu dengan melaksanakan sila atau ditunjukan dengan
sila. Sedangkan Anagami ditunjukkan dengan Kosentrasi dan Arahata dengan
kebijaksanaan.
1.
Sotapati
(pemasuk arus)
Pemasuk arus adalah masuk kedalam
jalan yang tidak berbalik kembali menuju kepembebasan dan kesadaran yang
mengalami pencapaian tersebut adalah kesadaran jalan pemenang arus. Arus atau
sota terdiri dari jalan mulia berunsur 8. Untuk mencapai tingkatan ini yaitu
dengan melenyapkan:
1)
vicikicha
(keragu-raguan).
2)
sakayaditthi
(pandangan salah mengenai aku).
3)
Silabataparamasa
(kemelekatan ritual dan upacara yang dianggap dapat membawa kebebasan).
Kesadaran jalan ini menghilangkan secara tetap
permanen 5 jenis kesadaran buruk yaitu,
1)
Ditthigatasampayutta
citta 4,
2)
Vicikichasampayutta
citta 1.
2.
Sakadagami
(yang kembali sekali)
Orang suci yang paling banyak akan terlahir sekali lagi.
Sakadagami telah melenyapkan tiga belenggu
samyojana) yaitu (1) sakkaya-ditthi, (2) vicikicch, dan (3)
silabbata-paramasa dan telah melemahkan bentuk-bentuk batin yang kasar dari
nfsu keinginan indriawi (kamaraga) dan niat jahat ( byapada).
3.
Anagami (tidak
kembali lagi)
Orang suci yang
tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung terlahir kembali di
salah sebuah dari lima alam Suddhavasa. Dari salah sebuah alam Suddhavasa ini
Anagami itu akan mencapai tingkat kesucian tertinggi sebagai Arahat dan
akhirnya ia mencapai parinibbana. Anagami telah melenyapkan lima belenggu
(samyojana) yaitu 1) sakkaya-ditthi, (2) vicikicch, (3) silabbata-paramasa (4) kamaraga
(5) byapada.
4.
Arahat
Kesadaran ini menghancurkan10 belenggu batin yang halus yaitu
kemelekatan pada kehidupan alam materi halus (Ruparaga) kemelekatan pada
kehidupan alam tanpa materi (Aruparaga), ia juga memotong kesombongan (mana), Uddhaca
(kegelisahan), Kegelapan batin (Avijja) dan kesadaran ini juga memotong sisa
dari jenis kesadaran tidak baik yaitu ditthigatavipayutta 4 dan
uddhacasamapyutta 1.
Dalam usahanya untuk mencapai
penerangan sempurna, Buddha melakukan upaya dengan melatih diri dengan mutlak
pantang makan. Namun pada saat itu dewa berkata :
“jangan mempraktekkan mutlak
pantang makan secara total, tuan yang baik. Jika anda mempraktekannya kami akan
menuangkan sari surgawi melalui pori-pori tubuh anda. Dengan demikian anda akan
bertahan”. Lalu buddha berpikir dengan makan sedikit demi sedikit, sehingga
tubuhnya menjadi kurus sekali. Apa yang dilakukan tidak membawanya kepada suatu
tingkat kesucian. Dalam hal pakaian Buddha bersabda:
“ walaupun seseorang dengan mewah
dihiasi, jika ia berjalan dengan damai,
Jika ia tenang, mengalahkan
nafsunya dengan pasti dan bersih, dan jika ia menahan diri dari melukai makhluk
hidup apapun, orang itu adalah brahmin, orang itu adalah pertapa,orang itu
adalah Bhikkhu.
Banyak orang sering menyebutkan secara keliru bahwa umat
Buddha melakukan sembahyang di vihara. Untuk itu, sebaiknya harus dimengerti
terlebih dahulu istilah `sembahyang' yang sebenarnya terdiri dari dua suku kata
yaitu`sembah' berarti menghormat dan `hyang' yaitu dewa. Dengan
demikian,`sembahyang' berarti menghormat, menyembah para dewa. Apabila `sembahyang' diartikan seperti itu, maka umat
Buddha sesungguhnya tidak melakukan sembahyang. Umat Buddha bukanlah umat yang
menghormat maupun menyembah para dewa. Umat Buddha mengakui keberadaan para
dewa-dewi di surga, namun umat tidak sembahyang kepada mereka. Umat Buddha juga
tidak `berdoa' karena istilah ini mempunyai pengertian ada permintaan yang
disebutkan ketika seseorang sedang berdoa.
Umat Buddha tentu saja tidak pernah meminta kepada arca Sang Buddha
maupun kepada pihak lain. Keterangan ini jelas menegaskan bahwa umat Buddha
bukanlah penyembah berhala karena memang tidak pernah meminta-minta apapun juga
kepada arca Sang Buddha, arca yang lain bahkan kekuatan di luar manusia
lainnya. Daripada disebut `sembahyang' maupun `doa', umat Buddha lebih sesuai
dinyatakan sedang melakukan `puja bakti'.
Istilah puja bakti ini terdiri dari kata `puja' yang bermakna menghormat dan `bakti' yang lebih diartikan sebagai melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan puja bakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak zaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.
Kebiasaan bersujud ini dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India.
Sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu di berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan sendiri. Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu. Tidak masalah, karena sebentuk arca tidak mungkin menuntut dan memaksa seseorang yang berada di depannya untuk bersujud.
Istilah puja bakti ini terdiri dari kata `puja' yang bermakna menghormat dan `bakti' yang lebih diartikan sebagai melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan puja bakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak zaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala.
Kebiasaan bersujud ini dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India.
Sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu di berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan sendiri. Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu. Tidak masalah, karena sebentuk arca tidak mungkin menuntut dan memaksa seseorang yang berada di depannya untuk bersujud.
Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah
bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak
melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu.
Kalimat Ini sudah jauh sekali
dari pemahaman Budhisme, kalau orang-orang beranggapan bahwa menyembah itu hanya sebagai
tradisi tanpa dasar pemahaman yang kuat mengenai arti dari menyembah maka ini
SUATU KEMEROSOTAN BESAR DALAM BUDDHA DHARMA.
Buddhagosa
Bhadantacariya, Jalan Kesucian 1,Mutiara
Dhamma, Bali,:1997
Narada
Mahathera, Sang Buddha dan Ajarannya II,
Yayasan DhamamaDipa Arama, Jakarta:1992
Narada
Mahathera, Sang Buddha dan Ajarannya I,
Yayasan DhamamaDipa Arama, Jakarta:1992
Sumber : http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Delapan-Jalan-Kemuliaan.htm
luar biasa. semoga siapapun yang masuk ke blog ini dapat bermanfaat bagi yang membacany dan menginspirasi bagi kita semua agar dapat membangkitkan Bodhicitta hingga tercapainya keBuddhaan.
BalasHapussangat membantu dalam mengerjakan tugas
BalasHapus