Oleh Penulis: Sāmanera
Herman Vimalaseno.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia menjelaskan tentang arti Mulia,
yaitu:
1. Mulia (Kedudukan, pangkat, martabat).
2. Luhur Budi, Baik Budi.
Seperti
contoh orang yang Mulia dan
memiliki budi yang baik dan tidak mengharapkan kedudukan, pangkat, dan martabat
adalah: Pemulung, Pembuang Sampah dan Pembersih Jalanan. Karena mereka peduli
dan cinta kebersihan lingkungan.
Sedangkan
dalam kamus Sosiologi dan Antropologi menjelaskan arti dari Parasit adalah: orang yang
hidupnya menjadi beban (Membebani, merugikan) orang lain. Dapat secara bebas
dikatakan Parasit adalah
sampah masyarakat dan perbuatannya hina, seperti contohnya: perampok, pencuri,
pemerkosa, dan terlebih Koruptor.
Pada
kesempatan ini penulis akan mengangkat pandangan yang benar tentang peran dan
tugas mereka sebagai orang yang peduli dan cinta akan kebersihan lingkungan
dianggap tugasnya adalah hina, sehingga kita sebagai pembaca tidak keliru dalam
menilai mereka.
Secara
Sosiologi dijelaskan makhluk pada dasarnya adalah makhluk sosial selalu
membutuhkan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat hidup sendiri. Meskipun
dia seorang dokter yang ahli dalam bidangnya, terkenal dan banyak menangani
pasien, pada saat Sang Dokter tersebut harus sakit, maka ilmu interaksi
Sosialnya akan muncul dan berusaha dengan mencari bantuan teman sejawatnya dan
masih banyak contoh lainnya.
Apabila
ditinjau dari kehidupan masyarakat kota dan masyarakat pedesaan adalah jauh
berbeda dari segi faktor ekonomi, kesejahteraan, dan status sosial, seperti ada
beberapa hal yang menonjol, yaitu:
a. Pembagian
kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan memiliki batas yang jelas. Di
kota juga tinggal bersama orang yang berbeda latar belakang sosial dan
pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan
Khusus.
b. Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih banyak daripada di desa.
c. Perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata tinggal di kota daripada tinggal di desa.
Apabila
hendak ditinjau sebab urbanisasi , maka harus diperhatikan dua sudut, yaitu:
1. Faktor
yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push
Factors).
2. Faktor
kota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota-kota (Pull
Factors).
Dari
penduduk yang tinggal di desa maupun di kota ada sekelompok mereka yang pada
dasarnya tidak mengenyam dunia pendidikan dan ditambah tidak memiliki Skill
(Keahlian) dalam suatu bidang, sehingga mereka hidup di kota besar harus
terdorong dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan sehingga mereka dengan
sendirinya tersisihkan dan memilih untuk berprofesi dengan salah satu dari
sekian banyak menjadi pemulung, pembersih jalanan dan pembuang sampah, itu yang
mereka anggap profesi dan keahlian yang mereka sanggup melakoninya.
Manusia
merupakan makhluk yang bersegi jasmaniah (Raga) dan Rohaniah (Jiwa). Segi
rohaniah manusia terdiri dari pikiran dan perasaan. Apabila diserasikan akan
menghasilkan kehendak yang kemudian menjadi sikap tindakan. Tindakan itulah
yang kemudian menjadi landasan gerak segi jasmani manusia.
Dari
segi rohaniah manusia didalam proses pergaulan hidup dengan sesamanya
menghasilkan kepribadian. Proses pembentukan kepribadian dalam diri manusia berlangsung
sampai mati. Proses pembentukan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik berasal dari dalam diri dan dari luar diri, yaitu pergaulan dan
lingkungan. Jadi seseorang yang
melakukan ketiga profesi yang telah dijelaskan diatas adalah sebagai terbentuknya
kepribadian yang tidak terlepas dari pola kehidupan lingkungan yang memiliki
profesi pekerjaan yang sama.
Manusia
mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang
sinambung tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi
sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan
dan keburukan. Apabila mereka yang bekerja sesuai dengan tugasnya sehari-hari,
maka kebersihan, keindahan, kenyamanan telah terbantu dengan tangan, tenaga,
waktu mereka. Dari hal tersebut adalah tidak telepas dari dorongan segi
kebutuhan, tanggung jawab dan menjadi suatu kebiasaan yang peduli akan
profesinya. Apabila tanpa mereka? Siapa lagi yang akan peduli tentang
kebersihan, kenyamanan, keindahan itu?
Diharapkan
juga kita sebagai warga Penduduk Indonesia harus memiliki suatu tekad dan
cita-cita mulia seperti mereka yang cinta, peduli akan lingkungan yang bersih
dan indah. Apabila kita bertanya balik kepada diri kita sendiri, apakah saya
mampu seperti mereka? Apakah saya mau seperti mereka sebagai volontir (relawan)
pembersih jalan? Pembuang sampah? Dengan hidup dipandang sebelah mata oleh
pemerintah maupun masyarakat?
Kita
melihat semakin bertambah jumlah penduduk, semakin kecil peluang kerja , dan
semakin tinggi tingkat PHK akibatnya banyak pengangguran, mereka butuh makan,
maka terdesak hal seperti itu, maka segala cara mereka halalkan seperti
mencuri, mencopet, yang kerapkali terjadi dipasar, diSwalayan, dan dimana saja,
sehingga mereka harus berurusan dengan pihak berwajib, tentunya ada juga
sebagian dari mereka mengambil alih profesi sebagai pengamen, dan pengemis,
penyemir sepatu dan hal demikian masih bisa dikatakan mencari penghasilan
dengan cara yang halal, akan tetapi tidak ada budi baik yang mereka sumbang
untuk lingkungan, tentu ada juga sebagian orang memilih untuk menjadi penyapu/
pembersih jalanan sebagai profesi mereka untuk mebersihkan jalan dari kotoran
dan debu serta dikumpulkan dan menjadi tugas dari pembuang sampah adalah
membuang sampah yang tidak digunakan lagi, apabila sampah menumpuk, maka akan
menyebabkan datangnya wabah penyakit, setelah itu tugas terakhir adalah pemulung
yang memiliki profesi mengambil barang rongsokan dan dijual kepada pabrik untuk
didaur ulang kembali, sehingga bermanfaat bagi masyarakat, seperti contoh daur
ulang plastik, sekarang kita telah merasakan manfaatnya, dll.
Dari
ketiga profesi ini apabila kita susun, maka mereka saling berkaitan dan
melengkapi antara satu profesi dengan profesi lainnya. Bukan suatu hal yang
mudah mereka harus berhadapan dengan berbagai jenis karakter masyarakat yang
tidak menghargai mereka dengan cara meludah disembarang tempat, membuang sampah
disembarang tempat, apabila kita sebagai makhluk sosial dan memiliki naluri
hati yang mulia dan mau menghargai mereka tentu dengan cara kita ikut
berpartisipasi menjaga kelestarian bumi melalui kebersihan dan membuang sampah
dan ludah pada tempatnya, hal ini juga kita telah mengurangi faktor-faktor
global worming.
Ada
majikan juga yang baik, terkadang petugas kebersihan, baik itu pembuang sampah,
penyapu jalanan, pemulung yang lewat didepan rumahnya diberikan makanan yang
baik dan masih layak untuk dimakan, serta terkadang di berikan pakaian yang
masih layak dipakai, diberikan uang sebagai bentuk kerelaan untuk keperluan
mereka. Sebailknya ada majikan yang sama sekali tidak peduli, bahkan ada mereka
dimarah, dicaci, dll, karena dari cara
kerja mereka yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Hal ini biasa
terjadi dikalangan perumahan villa
orang-orang yang berada.
Dari
segi pemerintahan, hingga saat ini kita bisa melihat peran dari lembaga sosial
yang menangani bagi mereka yang tidak mampu, belum tertuntaskan dari garis
kemiskinan, sejauh mana peran pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, sehingga
saat ini bagi mereka yang berada dibawah garis kemiskinan kurang mendapatkan
kesejahteraan dan perhatian. Tidak heran apabila ada lembaga-lembaga Sosial
Swasta yang peduli dengan mereka, baik itu Lembaga yang terbentuk dari Forum
Kerukunan Umat Beragama, Paguyuban Sosial, dll.
Saya
sebagai penulis memiliki suatu pengalaman yang sudah cukup lama berlalu, pada
saat saya masih menjadi Umat Awam, dan kami bergerak di sebuah organisasi dari
berbagai elemen Agama berkumpul dan memiliki satu gagasan yang sama, dalam misi
bhakti sosial, disebuah kota ada kejanggalan yang terjadi pada suatu tempat, disebuah
kecamatan yang dimana pada saat itu banyak warga yang ada dibawah garis
kemiskinan, sehingga ada bantuan RASKIN (Beras miskin) yang diberikan melalui
RT, serta RT setempat membagi dengan cara diskriminasi suku, agama dan ras. Hal
ini diketahui oleh kami dan diproses, sehingga masalah ini menjadi tuntas dan
menjadi pengalaman bagi kami, bahwa ketulusan dalam membatu orang yang miskin
bukanlah dinilai dari Suku, Agama, Ras, Adat-istiadat, melainkan dari segi
tatanan SOSIAL kehidupan masyarakat yang membutuhkan.
Interaksi
sosial sebagai faktor utama dalam kehidupan sosial,
“Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”. (Kimbali Young dan Raymond, W.Mack: Sociology and Social
Life, American Book Company, New York, 1959, halaman 137).
Apabila
seseorang yang tidak bisa menghargai budi baik dari apa yang mereka lakukan
atau mereka kerjakan , maka orang tersebut belum termasuk katagori dari makhluk
Sosial. Makhluk Sosial berarti saling membutuhkan antara satu individu dengan
yang lainnya, atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, sehingga dalam
komunitas yang besar disebut masyarakat. Masyarakat adalah kemitraan
orang-orang bebas yang mempunyai komitmen kepada saling perawatan dan
pemiliharaan pikiran, tubuh, hati dan jiwa yang satu dan lainnya melalui sarana
keikutsertaan.
Norma-norma
bersama dan sasaran umum juga merupakan ciri khas masyarkat yang penting.
Kerjasama, kepercayaan, dan Empati manusia terdapat di antara norma-norma
bersama yang sangat vital bagi pembentukan
dan kelestariaan masyarakat. Dengan demikian kita sebagai masyarakat
mulailah menumbuhkan rasa kepedulian, bahwa kita juga adalah bagian individu
dari Warga Negara Indonesia yang cinta dan peduli lingkungan, kita juga harus memiliki
norma-norma bersama dalam menjaga lingkungan hidup dan bersama-sama saling bahu
membahu dengan pemulung, pembersih jalanan, dan pembuang sampah memiliki
sasaran umum yang sama yaitu menciptakan kebersihan lingkungan. Hal tersebut
tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama, tidak adanya kepercayaan, dan
empati kita kepada mereka dan lingkungan tempat dimana kita tinggal.
Sebagai
penutup penulis berpesan, ingatlah selalu budi baik mereka, meskipun mereka
bekerja sebagai pemulung, pembuang sampah, pembersih jalanan, tidak menutup
kemungkinan mereka lebih mulia dalam tugasnya dibanding kita yang tidak
memiliki jiwa Sosial dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, apabila
kita menjaga kebersihan, maka dapat menghantarkan kita pada kesehatan, umur
panjang dengan mengindahkan norma-norma yang ada. Kita bisa nyaman
berkendaraan, berjalan kaki, bebas dari debu dan sampah saat ini, tentu tidak
terlepas oleh mereka yang berjasa, maka dari itu kita bisa mencontoh semangat
dan kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Refrensi:
Covey,
Stephen. 1993. 7 Kebiasaan Manusia Yang
Sangat Efektif. Terjemahan oleh Budijanto. 1994. Jakarta. Binarupa Aksara.
Soekanto,Soerjono.
1990. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.
Pusat
Bahasa Depatermen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Balai Pustaka.
Al-
Barry, Yacub Dhalan M. 2001. Kamus
Sosiologi Antropologi. Surabaya. INDAH.
Naylor,
Thomas H, dkk. 1995. Pencarian Makna
Sebuah Kehidupan. Terjemahan oleh Adiwiyoto, Anton. 1996. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar