Selasa, 27 Agustus 2013

Pekerjaan Orang Mulia Dinilai Hina




Oleh Penulis:  Sāmanera Herman Vimalaseno.
 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan tentang arti Mulia, yaitu:     
 1. Mulia (Kedudukan, pangkat, martabat).
2. Luhur Budi, Baik Budi.
Seperti contoh orang yang Mulia dan memiliki budi yang baik dan tidak mengharapkan kedudukan, pangkat, dan martabat adalah: Pemulung, Pembuang Sampah dan Pembersih Jalanan. Karena mereka peduli dan cinta kebersihan lingkungan.
Sedangkan dalam kamus Sosiologi dan Antropologi menjelaskan arti dari Parasit adalah: orang yang hidupnya menjadi beban (Membebani, merugikan) orang lain. Dapat secara bebas dikatakan Parasit adalah sampah masyarakat dan perbuatannya hina, seperti contohnya: perampok, pencuri, pemerkosa, dan terlebih Koruptor.
Pada kesempatan ini penulis akan mengangkat pandangan yang benar tentang peran dan tugas mereka sebagai orang yang peduli dan cinta akan kebersihan lingkungan dianggap tugasnya adalah hina, sehingga kita sebagai pembaca tidak keliru dalam menilai mereka.
Secara Sosiologi dijelaskan makhluk pada dasarnya adalah makhluk sosial selalu membutuhkan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat hidup sendiri. Meskipun dia seorang dokter yang ahli dalam bidangnya, terkenal dan banyak menangani pasien, pada saat Sang Dokter tersebut harus sakit, maka ilmu interaksi Sosialnya akan muncul dan berusaha dengan mencari bantuan teman sejawatnya dan masih banyak contoh lainnya.
Apabila ditinjau dari kehidupan masyarakat kota dan masyarakat pedesaan adalah jauh berbeda dari segi faktor ekonomi, kesejahteraan, dan status sosial, seperti ada beberapa hal yang menonjol, yaitu:
a.      Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan memiliki batas yang jelas. Di kota juga tinggal bersama orang yang berbeda latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan Khusus.
b.     Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih banyak daripada di desa.
c.      Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata tinggal di kota daripada tinggal di desa.
Apabila hendak ditinjau sebab urbanisasi , maka harus diperhatikan dua sudut, yaitu:
1.     Faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push Factors).
2.     Faktor kota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota-kota (Pull Factors).
Dari penduduk yang tinggal di desa maupun di kota ada sekelompok mereka yang pada dasarnya tidak mengenyam dunia pendidikan dan ditambah tidak memiliki Skill (Keahlian) dalam suatu bidang, sehingga mereka hidup di kota besar harus terdorong dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan sehingga mereka dengan sendirinya tersisihkan dan memilih untuk berprofesi dengan salah satu dari sekian banyak menjadi pemulung, pembersih jalanan dan pembuang sampah, itu yang mereka anggap profesi dan keahlian yang mereka sanggup melakoninya.
Manusia merupakan makhluk yang bersegi jasmaniah (Raga) dan Rohaniah (Jiwa). Segi rohaniah manusia terdiri dari pikiran dan perasaan. Apabila diserasikan akan menghasilkan kehendak yang kemudian menjadi sikap tindakan. Tindakan itulah yang kemudian menjadi landasan gerak segi jasmani manusia.
Dari segi rohaniah manusia didalam proses pergaulan hidup dengan sesamanya menghasilkan kepribadian. Proses pembentukan kepribadian dalam diri manusia berlangsung sampai mati. Proses pembentukan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik berasal dari dalam diri dan dari luar diri, yaitu pergaulan dan lingkungan.  Jadi seseorang yang melakukan ketiga profesi yang telah dijelaskan diatas adalah sebagai terbentuknya kepribadian yang tidak terlepas dari pola kehidupan lingkungan yang memiliki profesi pekerjaan yang sama.
Manusia mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan keburukan. Apabila mereka yang bekerja sesuai dengan tugasnya sehari-hari, maka kebersihan, keindahan, kenyamanan telah terbantu dengan tangan, tenaga, waktu mereka. Dari hal tersebut adalah tidak telepas dari dorongan segi kebutuhan, tanggung jawab dan menjadi suatu kebiasaan yang peduli akan profesinya. Apabila tanpa mereka? Siapa lagi yang akan peduli tentang kebersihan, kenyamanan, keindahan itu?
Diharapkan juga kita sebagai warga Penduduk Indonesia harus memiliki suatu tekad dan cita-cita mulia seperti mereka yang cinta, peduli akan lingkungan yang bersih dan indah. Apabila kita bertanya balik kepada diri kita sendiri, apakah saya mampu seperti mereka? Apakah saya mau seperti mereka sebagai volontir (relawan) pembersih jalan? Pembuang sampah? Dengan hidup dipandang sebelah mata oleh pemerintah maupun masyarakat?
Kita melihat semakin bertambah jumlah penduduk, semakin kecil peluang kerja , dan semakin tinggi tingkat PHK akibatnya banyak pengangguran, mereka butuh makan, maka terdesak hal seperti itu, maka segala cara mereka halalkan seperti mencuri, mencopet, yang kerapkali terjadi dipasar, diSwalayan, dan dimana saja, sehingga mereka harus berurusan dengan pihak berwajib, tentunya ada juga sebagian dari mereka mengambil alih profesi sebagai pengamen, dan pengemis, penyemir sepatu dan hal demikian masih bisa dikatakan mencari penghasilan dengan cara yang halal, akan tetapi tidak ada budi baik yang mereka sumbang untuk lingkungan, tentu ada juga sebagian orang memilih untuk menjadi penyapu/ pembersih jalanan sebagai profesi mereka untuk mebersihkan jalan dari kotoran dan debu serta dikumpulkan dan menjadi tugas dari pembuang sampah adalah membuang sampah yang tidak digunakan lagi, apabila sampah menumpuk, maka akan menyebabkan datangnya wabah penyakit, setelah itu tugas terakhir adalah pemulung yang memiliki profesi mengambil barang rongsokan dan dijual kepada pabrik untuk didaur ulang kembali, sehingga bermanfaat bagi masyarakat, seperti contoh daur ulang plastik, sekarang kita telah merasakan manfaatnya, dll.
Dari ketiga profesi ini apabila kita susun, maka mereka saling berkaitan dan melengkapi antara satu profesi dengan profesi lainnya. Bukan suatu hal yang mudah mereka harus berhadapan dengan berbagai jenis karakter masyarakat yang tidak menghargai mereka dengan cara meludah disembarang tempat, membuang sampah disembarang tempat, apabila kita sebagai makhluk sosial dan memiliki naluri hati yang mulia dan mau menghargai mereka tentu dengan cara kita ikut berpartisipasi menjaga kelestarian bumi melalui kebersihan dan membuang sampah dan ludah pada tempatnya, hal ini juga kita telah mengurangi faktor-faktor global worming.
Ada majikan juga yang baik, terkadang petugas kebersihan, baik itu pembuang sampah, penyapu jalanan, pemulung yang lewat didepan rumahnya diberikan makanan yang baik dan masih layak untuk dimakan, serta terkadang di berikan pakaian yang masih layak dipakai, diberikan uang sebagai bentuk kerelaan untuk keperluan mereka. Sebailknya ada majikan yang sama sekali tidak peduli, bahkan ada mereka dimarah, dicaci, dll,  karena dari cara kerja mereka yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Hal ini biasa terjadi dikalangan perumahan  villa orang-orang yang berada.
Dari segi pemerintahan, hingga saat ini kita bisa melihat peran dari lembaga sosial yang menangani bagi mereka yang tidak mampu, belum tertuntaskan dari garis kemiskinan, sejauh mana peran pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, sehingga saat ini bagi mereka yang berada dibawah garis kemiskinan kurang mendapatkan kesejahteraan dan perhatian. Tidak heran apabila ada lembaga-lembaga Sosial Swasta yang peduli dengan mereka, baik itu Lembaga yang terbentuk dari Forum Kerukunan Umat Beragama, Paguyuban Sosial, dll.
Saya sebagai penulis memiliki suatu pengalaman yang sudah cukup lama berlalu, pada saat saya masih menjadi Umat Awam, dan kami bergerak di sebuah organisasi dari berbagai elemen Agama berkumpul dan memiliki satu gagasan yang sama, dalam misi bhakti sosial, disebuah kota ada kejanggalan yang terjadi pada suatu tempat, disebuah kecamatan yang dimana pada saat itu banyak warga yang ada dibawah garis kemiskinan, sehingga ada bantuan RASKIN (Beras miskin) yang diberikan melalui RT, serta RT setempat membagi dengan cara diskriminasi suku, agama dan ras. Hal ini diketahui oleh kami dan diproses, sehingga masalah ini menjadi tuntas dan menjadi pengalaman bagi kami, bahwa ketulusan dalam membatu orang yang miskin bukanlah dinilai dari Suku, Agama, Ras, Adat-istiadat, melainkan dari segi tatanan SOSIAL kehidupan masyarakat yang membutuhkan.
Interaksi sosial sebagai faktor utama dalam kehidupan sosial,
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”. (Kimbali Young dan Raymond, W.Mack: Sociology and Social Life, American Book Company, New York, 1959, halaman 137).  
Apabila seseorang yang tidak bisa menghargai budi baik dari apa yang mereka lakukan atau mereka kerjakan , maka orang tersebut belum termasuk katagori dari makhluk Sosial. Makhluk Sosial berarti saling membutuhkan antara satu individu dengan yang lainnya, atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, sehingga dalam komunitas yang besar disebut masyarakat. Masyarakat adalah kemitraan orang-orang bebas yang mempunyai komitmen kepada saling perawatan dan pemiliharaan pikiran, tubuh, hati dan jiwa yang satu dan lainnya melalui sarana keikutsertaan.
Norma-norma bersama dan sasaran umum juga merupakan ciri khas masyarkat yang penting. Kerjasama, kepercayaan, dan Empati manusia terdapat di antara norma-norma bersama yang sangat vital bagi pembentukan  dan kelestariaan masyarakat. Dengan demikian kita sebagai masyarakat mulailah menumbuhkan rasa kepedulian, bahwa kita juga adalah bagian individu dari Warga Negara Indonesia yang cinta dan peduli lingkungan, kita juga harus memiliki norma-norma bersama dalam menjaga lingkungan hidup dan bersama-sama saling bahu membahu dengan pemulung, pembersih jalanan, dan pembuang sampah memiliki sasaran umum yang sama yaitu menciptakan kebersihan lingkungan. Hal tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama, tidak adanya kepercayaan, dan empati kita kepada mereka dan lingkungan tempat dimana kita tinggal.
Sebagai penutup penulis berpesan, ingatlah selalu budi baik mereka, meskipun mereka bekerja sebagai pemulung, pembuang sampah, pembersih jalanan, tidak menutup kemungkinan mereka lebih mulia dalam tugasnya dibanding kita yang tidak memiliki jiwa Sosial dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, apabila kita menjaga kebersihan, maka dapat menghantarkan kita pada kesehatan, umur panjang dengan mengindahkan norma-norma yang ada. Kita bisa nyaman berkendaraan, berjalan kaki, bebas dari debu dan sampah saat ini, tentu tidak terlepas oleh mereka yang berjasa, maka dari itu kita bisa mencontoh semangat dan kepedulian mereka terhadap lingkungan.

Refrensi:
Covey, Stephen. 1993. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif. Terjemahan oleh Budijanto. 1994. Jakarta. Binarupa Aksara.
Soekanto,Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.
Pusat Bahasa Depatermen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Balai Pustaka.
Al- Barry, Yacub Dhalan M. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya. INDAH.
Naylor, Thomas H, dkk. 1995. Pencarian Makna Sebuah Kehidupan. Terjemahan oleh Adiwiyoto, Anton. 1996. Jakarta. Binarupa Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar