oleh Penulis: Samanera Herman Vimalaseno
Gāravo ca nivāto ca santuññhã ca kata¤¤utā
Kālena dhammassavanaÿ
Etammaïgalamuttamaÿ.
Memiliki rasa hormat, berendah hati, merasa puas
dengan yang dimiliki, ingat budi baik orang, dan mendengarkan Dhamma pada waktu
yang sesuai, itulah berkah utama.
(Bait 11; Paritta Maïgala Sutta[1])
D ikisahkan,
disebuah desa kecil di pelosok China ada
sebuah keluarga miskin dengan dua anak. Sang kakak adalah seorang gadis
yan cantik, sedangkan adiknya lelaki kurus namun sehat. Mereka tinggal dirumah
sangat sederhana ditepi hutan yang jauh dari keramaian. Satu-satunya sekolah SD
dan SMP didaerah itu, jauhnya hampir 3 kilometer dari rumah mereka. Setiap
subuh, kakak beradik itu berjalan beriringan menempuh perjalanan jauh demi
menuntut ilmu. Lulus SMP, si adik memutuskan berhenti sekolah. Ia memilih tetap
tinggal didesa membantu bekerja diladang orangtuanya, demi kehidupan keluarga
kecil mereka dan menghasilkan uang demi membiayai si kakak yang bersekolah di
kota.
Melihat keputusan adiknya untuk
berhenti sekolah dan berniat untuk membantu orangtuanya, akan hal ini sang
kakak tidak akan mengecewakan orang tuanya dan adiknya. Ia belajar keras setiap
hari agar mampu menjadi Sarjana. Kerja kerasnya ternyata tidak sia-sia, sang
kakak behasil lulus dengan nilai yang terbaik dan akhirnya bekerja dengan penghasilan
yang cukup. Ia bahkan kemudian menikah dengan seorang pria yang menyandang
gelar Direktur disebuah perusahaan Multinasional.
Dengan ekonomi yang serbah lebih
daripada cukup , ia mengajak orang tuanya bersama adiknya secara berulang-ulang
untuk pindah kekota untuk tinggal bersamanya dirumah yang mewah. Akan tetapi
tawaran itu ditolak oleh mereka. Serta sang kakak juga mengajak adiknya untuk
bekerja diperusahaan tersebut dengan jabatan dan gaji yang memadai, juga
ditolak. Mereka merasa hidup dala kesederhanaan didesa telah membuat mereka
betah.
Hingga, suatu hari, keluarga besar
mereka berkumpul di hari pernikahan si adik. Dalam acara ramah tamah, sang
kakak memberi ucpan dengan terbata-bata, “Untuk adikku tercinta. Selamat
menempuh hidup baru dan berbahagia. Sungguh saya, sebagai seorang kakak
memiliki adik yang begitu baik seperti adikku ini. Dia rela putus sekolah,
bekerja keras mendukung kakaknya, hingga saya bisa berhasil seperti ini. Terima
kasih adikku, semoga Tuhan membalas kebaikanmu dan kalian berbahagia
senantiasa.”
Mendengar hal itu , tiba-tiba si
adik yang tengah berbahagia itu segera menyela berbiacara dihadapan kerabat
yang hadir “ puji sykur dan terima kasih kpd TYME atas kasih orang tua ku dan
kakakku selama ini. Saya pun sangat bersyukur memiliki seorang kakak seperti
kakakku ini. Ada sebuah kisah yang ingin saya bagikan kepada semua yang hadir
disini, yang membuat saya bisa hidup dan berdiri tegak hingga saat ini.”
“ Saat itu musim dingin, seperti
biasa kami berdua berangkat bersama-sama kesekolah. Waktu itu saya kelas 3 dan
kakak saya kelas 5. Kami memang terbiasa pergi kesekolah bersama-sama, karena
sekolah kami sangat jauh, hal itu juga membuat kami tidak terasa. Hari itu
sebenarnya saya sakit dan tidak masuk sekolah, karena ada ulangan, saya memaksa
pergi dan celakanya, satu sarung tangannya saya sobek dan tidak mampu
menghangatkan dingin yang membeku, melihat saya mengigil dan seperti hampir
beku, kakak serta merta melepas sarung tangannya, lalu ia menggosok tangan saya
dengan jemarinya yang sangat kecil dan berusaha meremas-remas dengan sekuat
tenaganya untuk memeberi kehangatan dan menyalurkan kekuatannya pada saya.
Kemudian ia memakaikan sarung tangannya ke tangan saya dan memeluk tubuh saya
sepanjang perjalanan.”
“ Sepulang sekolah yang kembali
harus berjalan ditengah dingin cuaca, saya melihat tangan kakak membeku
kedinginan, pucat berkerut, dan sulit digerakkan. Bibirnya bergetar hebat dan
membiru! Tapi dia tidak sedikitpun mengeluh, bahkan tidak keluar sepatah kata
pun dari mulutnya walau tampak jelas penderitaan diraut mukanya. Saya sungguh
sangat tersentuh, terharu... kakak yang tubunya begitu mungil dan nampak rapuh,
namun mempunyai hati yang begitu mulia, mengorbankan dirinya demi adiknya ini. Sejak
saat itu, saya akan melakukan apa saja untuk mendukung kakak. Karena bagi saya
, tidak ada kerja yang terlalu berat demi membalas utang nyawa ini kepada
kakak, terima kasih kak!”
Mendengarkan kisah itu, mereka
berpelukkan dan haru. Si kakak tidak pernah menyangka, di balik ketegaran sikap
adiknya, ternyata tersimpan beban utang yang berusaha dibayar olehnya, yang
bahkan dia sendiri pun tidak lagi mengingat kisah yang diceritakan adiknya
tadi...
PEMBACA
YANG BUDIMAN,
Sebenarnya
, kehidupan manusia adalah 互相帮助 = hu xiang bang zhu ( lingkaran
yang saling tolong menolong, membantu, dan dibantu. Tidak ada manusia yang bisa
hidup mengandalkan dirinya sendiri. Sebab, pasti ada orang- orang disekitar
kita, baik yang terhubung karena ikatan persaudaraan maupun karena situasi dan
kondisi yang ada, yang membantu menjadikan diri kita apa adanya hari ini. Maka,
sehebat apapun kita hari ini, jangan pernah lupa pada siapapun mereka yang
pernah mendukung kita dan menjadikan kita seperti saat ini. Setidaknya, kepada
orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, Guru, saudara, tetangga, teman, bahkan
pembantu di rumah, kita harus menghargai peran mereka.
Jika setiap manusia bisa melakukan
itu, maka pasti kita akan mengisi kehidupan ini dengan damai, bersahaja, dan
penuh rasa bahagia. Untuk membalas kebaikan yang orang lain berikan kepada kita
adalah dengan cara, selain kita mengingat budi baiknya, cara yang lain adalah
kita dapat memberikan sesuatu dalam segala hal yang positif.
Seperti
contoh yang sangat sederhana dalam kehidupan kita adalah mengingat budi baik
kedua orang tua kita, hal demikian saja masih banyak orang yang sulit
melakukannya. Meskipun di dalam Dhamma dijelaskan bahwa budi baik kedua orang
tua kita tidak dapat terbalaskan, walaupun mereka kita gendong di pundak kanan
dan kiri dengan menaiki serta menuruni gunung secara berulang-ulang.
Pengorbanan dan perjuangan yang
orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, guru, saudara, tetangga, teman, bahkan
pembantu di rumah lakukan untuk kita dan kita lakukan untuk diri kita dan juga
secara langsung maupun dan tidak langsung juga mereka akan menerima dan
merasakan kebahagiaan yang sama apabila kita mampu meraih impian kita menjadi
yang lebih baik. Memang tiada suau rencana atau janji yang mereka tuntut dari
kita. Hal itu terjadi secara otomatis.
Dalam hal ini kita mampu berhasil karena tidak terlepas dari keuletan,
kasabaran (Khanti), semangat (Viriya), dan tekad (Aditthana), serta perhatian
(Sati) dalam melaksanakan tugas atau sesuatu yang mampu membuat kita sukses.
Keberhasilan atau kesuksesan yang
telah kita dapatkan adalah telah memasuki suatu pola hidup baru menuju indahnya
kebahagiaan.
“Anda
berjalan disuatu tempat yang gelap tanpa membawa lentera untuk menerangi jalan
anda, begitu anda berpapasan dengan orang yang membawa lentera lebih, anda
diberikan 1 lentera , karena orang itu memiliki rasa peduli dan kasih sayang
pada anda. Setelah anda memiliki lentera yang mampu menerangi jalan dan anda
merasa lebih nyaman dari sebelumnya, serta anda akan tau jelas tujuan yang
hendak dicapai tanpa harus tersesat dalam perjalanan dari gelapnya suasana, dan
ini ada suatu perubahan yaitu, dari gelap menuju ke terang”.
“Akan
tetapi karena anda merasa berat untuk membawa lentera itu dikarenakan lentera
itu hanya menjadi beban bagi diri anda , maka anda meninggalkan lentera itu di
pinggir jalan tanpa memperdulikan akan jasa baik/ budi baik dan pengorbanan
kasih sayang dan rasa pedulinya orang yang memberikan lentera itu padanya,
sehingga ia harus kembali berjalan tanpa arah yang jelas dalam kegelapan
hidupnya, Maka ini juga kita katakan ada
perubahan , yaitu dari terang kembali menjadi gelap.”
Dari
perumpamaan ini bisa kita simpulkan: bahwa pada dasarnya kita yang tidak
mengenal sesuatu yang baru, tidak tau kemana harus melangkah, setelah ada orang
yang peduli, baik, dan memiliki kasih sayangnya , mereka memberikan
pengorbanannya untuk membagikan kepedulian dan kasihnya kepada kita dengan cara
dibimbing dalam mencari pengalaman baru, untuk menuju perubahan yang lebih
baik, dengan memperbanyak perbuatan baik dalam menjalankan kehidupan ini , apabila
diasah terus menerus pendalaman Dhamma, maka sesorang akan mencapai pencerahan
yang mampu menerangi dunia ini.
Akan
tetapi ada orang yang tidak mampu bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan
pada dirinya, dapat diambil sebuah contoh dalam dunia kerja, pada saat
seseorang diberi kepercayaan untuk mengelolah sebuah perusahaan, serta mulai
menggunakan kekuasaan untuk menindas karyawannya dan juga melakukan tipu menipu
untuk memenuhi nafsu (Tanha) yang diliputi oleh kebodohan batinnya (Avijja) , mungkin
juga setelah sukses ia berusaha untuk melupakan orang yang pernah membantunya,
karena ia merasa tidak mau berutang jasa kebaikan pada orang tersebut. Dan ia
merasa sulit untuk membalasnya.
Di
dalam Dhammapada Atthakatha PIYA VAGGA
(XVI; 9) , diceritakan:
Kisah Lima Ratus Anak
Laki-Laki
“Pada
suatu hari festival, Sang Buddha memasuki kota Rajagaha untuk berpindapatta
dengan ditemani oleh sejumlah bhikkhu. Di tengah perjalanan, mereka bertemu
dengan lima ratus anak laki-laki yang sedang berjalan menuju ke suatu taman
yang indah. Anak-anak itu membawa beberapa keranjang kue pancake tetapi mereka
tidak memberikan satupun kepada Sang Buddha dan para bhikkhu.
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu, ‘Para bhikkhu, kamu akan memakan
pancake itu hari ini; pemiliknya akan datang mendekati kita. Kita akan
mendapatkannya hanya setelah ada yang mengambil beberapa pancake’.
Setelah mengatakan hal itu, Sang Buddha dan para bhikkhu berteduh di bawah
pohon.
Pada waktu itu Kassapa Thera datang ke sana sendirian. Anak-anak itu melihatnya
dan kemudian menghormat Kassapa Thera, serta mendanakan pancake mereka kepada
Sang Thera.
Kassapa Thera kemudian berkata kepada anak-anak itu, ‘Guruku Yang Mulia beristirahat
di sana di bawah pohon ditemani oleh beberapa bhikkhu. Pergi dan danakan
pancake kalian kepada-Nya dan para bhikkhu’.
Anak-anak itu melakukan apa yang dikatakan oleh Kassapa Thera. Sang Buddha
menerima dana pancake itu. Kemudian, para bhikkhu berkata bahwa anak-anak itu
sangat menyukai Kassapa Thera.
Sang Buddha berkata kepada mereka, ‘Para bhikkhu, semua bhikkhu yang seperti
anak-Ku Kassapa disukai oleh para dewa dan manusia. Beberapa bhikkhu hanya
selalu menerima cukup pemberian empat kebutuhan bhikkhu’.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 217 berikut:
“Sīladassanasapannaṁ Dhammaṭṭhaṁ saccavedinaṁ
Attano
kamma kubbānaṁ Taṁ jano kurute
piyaṁ.”
Artinya:
“Sempurna
dalam tingkah laku dan memiliki pengertian benar,
Memahami
Dhamma, mengenal kebenaran, berkata benar, dan
Penuh
tanggung jawab, melakukan apa yang seharusnya di lakukan,
Akan
dihormati oleh orang banyak.”
Lima ratus anak laki-laki mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah
Dhamma itu berakhir.
Apabila kita benar-benar mampu melaksanakan
apa yang telah dipaparkan dalam Syair Dhammapada tersebut, maka kita dapat
berkata: Guru yang paling berharga didalam hidup kita adalah pengalaman,
kegagalan adalah kunci awal dari kesuksesan, dari keterpurukan adalah awal dari
kebangkitan menuju perubahan yang lebih baik, dari tekad, kesabaran dan
perjuangan dilandasi semangat adalah usaha yang benar (Samma Vayama) untuk mencapai
kesuksesan.
Tanpa pengalaman maka tidak ada
sesuatu yang dapat kita ceritakan dan bagikan pada orang lain, anak cucu kelak,
tidak ada yang dapat kita jadikan sebagai motivasi dalam hidup.
Tanpa kegagalan , maka tidak akan
timbul suatu usaha untuk berjuang.
Tanpa berjuang maka tidak ada kata
untuk sukses.
Tanpa ada keterpurukan , maka kita
tidak akan bangkit menuju perubahan.
Degan adanya itu semua maka manusia
yang cerdas dan bijaksana, ia akan membuat perubahan dalam hidupnya untuk lebih
baik, dan menjahui hal-hal yang tidak baik, dengan dilandasi tekad untuk tidak
gagal kedua kalinya, dan mendapatkan pengalaman dari kegagalan.
TERUS BERJUANG DALAM
HIDUP, KARENA HIDUP UNTUK BERJUANG MENCAPAI APA YANG HENDAK DICAPAI ADALAH
PERJUANGAN, TANPA PERJUANGAN ADALAH TIDAK ADA SESUATU NILAI-NILAI PERJUANGAN
YANG MEMBAWA PERUBAHAN BARU DALAM HIDUP.
“只要我们今天有多大,
永远不要忘记他们的人谁支持过我们
像目前,使我们“
永远不要忘记他们的人谁支持过我们
像目前,使我们“
“Sehebat
apa pun kita hari ini,
Jangan
pernah lupa pada siapa pun mereka yang pernah mendukung kita
Dan
menjadikan kita seperti saat ini”
Refrensi
-
Wongso,
Andrie. 22 WISDOM & SUCCESS Classical
Motivation Stories 5. AW Publishing Pusat Niaga Roxy Mas. Jakarta Pusat,
2010.
-
Dhammadhãro Bhikkhu. Kumpulan
Wacana Pāli untuk Upacara dan Påjā. Yayasan Saïgha Theravāda Indonesia. Jakarta Utara, 2005.
-
Khantidharo,
Bhikkhu. Kitab Suci Dhammapada.
Yayasan
Dhammadīpa âramā.
Jakarta, 2005.
-
Jotidhammo,Bhikkhu. Dhammapada
Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada. Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar