Kota Batu, 31
Mei 2013
Samanera Vimalaseno
Yâni
karoti puriso Tâni attani passati.
Perbuatan
apa yang dilakukan seseorang, itulah yang dilihatlah dalam dirinya.
Kebahagiaan duniawi (perumah tangga) tentu
masih mengandung unsur nafsu keinginan (Taṇha), dan kemelekatan (upᾱdᾱna),
apabila dikejar maka kedua unsur itu akan membawa dampak munculnya Dukkha,
sebab dukkha adalah Taṇha dan upᾱdᾱna, jalan terhentinya dukkha adalah
memadamkan Taṇha dan upᾱdᾱna dengan cara jalan mulia berfaktor delapan. Taṇha
dan upᾱdᾱna apabila dikejar untuk dipenuhi dapat digambarkan seperti seseorang
yang sedang haus yang diberi minum air garam, maka rasa haus itu semakin
menjadi dan tidak akan terobati dengan segelas air garam,seperti contoh orang
yang ingin punya rumah baru, sudah punya rumah baru, tidak puas bentuk rumah,
tambah lantai dua, tidak puas tambah lantai tiga, tidak puas pindah rumah baru,
punya motor baru tidak puas di modif mengikuti gaya jaman sekarang, ada model
baru, ganti motor baru dan modif motor baru, bahkan bosan dengan suami dan
isteri ganti atau nambah suami dan isteri baru, dari kesemua itu akan
membawakan kemelekatan dan apabila berpisah dengan apa yang dimiliki/ dicintai
orang tersebut akan menderita. Pada dasarnya manusia ini serakah dan tidak
pernah puas, inilah dikatakan adanya Taṇha (nafsu keinginan) dan kemelekatan
(upᾱdᾱna).
Niat (Cetanᾱ)/ pikiran seseorang kepada obyek
itu telah dikatakan Kamma, belum termasuk ucapan dan perbuatan bada jasmani.
Perbuatan dari pikiran disebut (mano kamma), ucapan (vaci kamma), tindakan jasmani
(kᾱya kamma), perbuatan baik melalui pikiran disebut (kusala mano kamma),
ucapan (kusala vaci kamma), tindakan jasmani (kusala kᾱya kamma), dan
sebaliknya perbuatan tidak baik dari pikiran disebut (akusala mano kamma),
ucapan (akusala vaci kamma), tindakan jasmani (akusala kᾱya kamma), dari semua
perbuatan akan membuahkan hasil perbuatan yaitu Vipᾱka Kamma.
Di
dalam kehidupan bermasyarakat tentu kita akan menjumpai berbagai macam jenis
karakter orang lain, tentu di dalam Aṅguttara
Nikᾱya; III;2, dijelaskan orang tolol ditandai dengan prilakunya, orang
bijaksana ditandai oleh prilakunya, kebijaksanaan memancar terang prilakunya.
Lewat tiga hal orang tolol dapat dikenali: lewat perilaku tubuh, ucapan, dan
pikiran yang buruk. Lewat tiga hal orang bijaksana dapat dikenali: lewat
perilaku tubuh, ucapan, dan pikirannya yang baik.
Apabila
kita merenung dari hakikat kehidupan ini, manusia tidak dapat terlepas dari
kamma, kamma identik dengan perbuatan, perbuatan itu baik hasilnya pun baik
seperti kebahagiaan, dan sebaliknya perbuatan buruk, hasilnya juga buruk adalah
penderitaan, ada orang bertanya kenapa orang baik ada yang hidupnya kurang
beruntung, orang baik matinya cepat, malah sebaliknya orang jahat lebih
beruntung, umurnya panjang. Apabila kita boleh meninjau, makhluk tidak cukup
lahir saat ini saja, melainkan setiap makluk mengalami kelahiran yang tidak
terhitung jumlahnya, karena pada
dasarnya alam dalam agama buddha ada 31 alam, terbagi menjadi 4 alam menderita
(ᾱpaya bhūmi),
11 alam masih melekat pada kesenangan (Kᾱmasugati Bhūmi), 16 alam Rupa Bhūmi , dan 4 alam Arupa Bhūmi. Tentu apabila kita
melihat orang baik umurnya pendek atapun kurang beruntung tentu dilihat dari
segi yang lain salah satunya faktor kamma masa lalu sebagai pendukung
dikehidupan saat ini, selain itu faktor lain karena ia lengah, tidak waspada,
dan lain sebagainya, demikian pula orang tidak baik lebih beruntung dan usianya
panjang, dilihat faktor karma masa lalu sebagai penopang kehidupan saat ini dan
kondisi/ faktor lainnya juga yang mendukung.
Kamma
tidak sama dengan takdir, kamma masih dapat dirubah, akan tetapi takdir adalah
keputusan yang tidak dapat diganggu gugat, perlu diketahui bahwa kamma bukan
faktor/ kondisi yang tunggal, apabila kamma dikatakan faktor / sebab yang
tunggal, maka akan muncul kesalahpahaman terhadap bunyi hukum kamma, yaitu
hukum perbuatan, barang siapa yang menabur, maka ia harus memetik/ menuai hasil
dari apa yang ia tabur/ ia tuai. Cara kerja Kamma dapat diperumpakan seperti
layaknya seorang petani, yang menabur bibit padi yang berkualitas maupun yang
tidak berkualitas dilahan yang subur maupun yang tidak subur, menggunakan pupuk
maupun tidak, dengan perawatan maupun tidak, maka padi itu akan tumbuh dan
panen dengan akibat yang dikondisikan pada sebab-sebab sebelumnya.
Kamma akan bekerja sesuai dengan hukumnya, tidak mungkin
seorang petani yang menabur bibit padi akan menuai hasil kangkung, ataupun
bayam, karena apabila seseorang melakukan kebaikan maka sebagai hasil ia akan
memetik buah dari kebahagiaan, dan sebaliknya apabila ia menabur benih
keburukan maka ia akan menuai hasil dari buah penderitaan, tentu padi yang
tanam akan memerlukan waktu untuk panen, tidak mungkin mengharap dalam waktu 1
hari padi dapat panen, karena itu adalah hal yang mustahil.
Demikian kebanyakan orang baru melakukan sedikit kebaikan
sudah sangat berharap mendapatkan sejuta berkah, apabila tidak terpenuhi karena
kondisi kebaikan yang dilakukan tidak seimbang dengan apa yang diminta, maka ia
akan kecewa dan menyalahkan sosok yang dianggap yang pemberi berkah adalah
jahat dan tidak adil. Sebaliknya seseorang yang telah melakukan kesalahan yang
berat sekalipun ingin kesalahannya itu dihapus, apabila perbuatan buruk dapat
dihapus, ditebus, maka neraka tentu juga dapat dihapus dari kitab suci, karena
tidak lagi ada orang berbuat salah dan telah di hapus/ ditebus.
Kalau
hal demikian dapat digambarkan sebuah paku yang telah tertancap disebatang
kayu, pada saat kayu dicabut, maka kayu itu akan berbekas lubang, demikian
perbuatan baik ataupun buruk yang telah dilakukan maka itu akan membekas dalam
diri pelakunya, apabila perbuatan itu baik, ia akan menikmati buah dari
kebaikannya yaitu kebahagiaan, sebaliknya apabila ia melakukan perbuatan buruk,
ia harus bertanggung jawab dari apa yang telah ia lakukan, menerima hasil
penderitaan dari keburukan yang ditancapkan dalam hidupnya, disinilah ajaran
Buddha yang mengajarkan umatnya untuk dapat berlaku mandiri, dan tidak menjadi
pengemis spritual dengan meminta dan memohon pengampunan kesalahan, serta
memohon dan meminta berkah, sebaliknya umat Buddha yang memahami Dhamma dapat
membuat kondisi berkah maupun penderitaan bagi dirinya sendiri.
Pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa / belum siap
untuk menerima kenyataan hidup, seperti berbagai kasus yang terjadi di
masyarakat: rambut yang sudah beruban (memutih), karena tidak mau dianggap tua,
ia semir hitam, tidak mau dibilang tua, hidung pesek, muka jerawatan, mukanya
dioperasi kulit agar terlihat seperti anak muda, cantik, mancung dan ada yang tidak mau sakit, maka ia selalu
mengkonsumsi obat-obat/ hidup ketergantungan obat-obatan, takut kulitnya rusak,
menggunakan kosmetik secara berlebihan, serta takut mati, maka ia tidak pernah
mau tahu soal kematian, bahkan tetangganya
meninggal, ia tidak mau menghadiri, selalu berdoa agar umurnya panjang, apabila
kita merenungkan mereka adalah orang-orang yang hidup dalam ketakutan dan
berharap agar tidak ada yang berubah di dalam dirinya, tentu didalam ABHIṆHAPACCAVEKHAṆA
PᾹṬHA dijelaskan:
Aku Wajar
mengalami usia tua.
aku takkan mampu
menghindari usia tua.
aku wajar
mengalami sakit.
aku takkan mampu
menghindari sakit.
aku wajar
mengalami kematian.
aku takkan mampu
menghidari kematian.
segala milikku
yang kucintai, kusenangi wajar berubah, wajar terpisah dariku.
aku adalah
pemilik perbuatanku sendiri,
terwarisi oleh
perbuatanku sendiri,
lahir dari
perbuatanku sendiri,
berkerabat
dengan perbuatanku sendiri,
tergantung pada
perbuatanku sendiri.
Perbuatan apa
pun yang akan kulakukan baik ataupun buruk,
perbuatan itulah
yang akan kuwarisi.
Demikian
hendaknya kerap kali kita renungkan.
Dengan demikian setelah kita pahami bahwa segala sesuatu
yang dilahirkan akan melewati masa tua, sakit dan mati. Memang kelahiran, tua
dan sakit tidaklah pasti, akan tetapi kematian adalah pasti. Apabila kita
mengerti hukum Tilakkhaṇa dengan adanya anicca (ketidakkekalan) maka adanya
Dukkha (ketidakpuasan) dan anatta (tanpa inti/ roh), maka kita akan menjalani
hidup ini dengan kewaspadaan dan happy (bahagia) tanpa beban dan permusuhan.
Marilah Saudara-saudari se-Dhamma kita selalu berbuat baik
setiap saat ini adalah hal yang sangat dituntut, sehingga kamma baik akan
tercipta dari pikiran, ucapan dan tindakan jasmani, dari melatih Sῑla dan Samᾱdhi
serta Kebijaksanaan akan diperoleh, sehingga dari timbunan kamma baik akan
menghantarkan umat Buddha untuk dapat merealisasi untuk mencapai Nibbᾱna.
Refrensi:
Nyanaponika,
Bodhi. 2003. Petikan Aṅguttara Nikᾱya.
Vihᾱra Bodhivaṁsa, Wisma
Dhammaguṇa. Klaten
Dhammadhῑro.
2009. Paritta Suci kumpulan wacana Pᾱli
untuk Upacara dan Pūjᾱ.
Yayasan
Saṅgha
Theravᾱda Indonesia. Jakarta
Kaharudin.
2004. Kamus Umum Buddha Dharma (Pᾱli-Sansekerta-Indonesia).
Tri Sattva
Buddhist
Centre. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar