Kota
Batu, 24 Maret 2013
Mereka yang ingin memahami kebenaran
sejati, maka ia harus
memahami kebenaran bagi
dirinya sendiri. Setelah ia tahu tentang suatu kebenaran, maka ia selayaknya
kuat dan tegar apabila kritikan menghampirinya, karena kritikan merupakan suatu
evaluasi dalam meningkatkan mutu hidup, apabila kritikan ditanggap secara negatif,
maka kritikan itu menyakitkan, melukai perasaan dan sulit untuk diterima.
Sebaliknya kita jangan terlena kepada pujian, karena pujian merupakan pendukung
motivasi diri untuk lebih dapat ditingkatkan menjadi kualitas hidup, apabila
pujian dijadikan sebagai pedoman kesombongan, maka diri ini akan menganggap
“Akulah yang terhebat,Akulah....,....”, sehingga manusia akan lupa dengan
menyadari siapa dirinya?!
Jika seseorang tidak memiliki kepercayaan terhadap
dirinya sendiri, maka pada saat kritikan datang yang menyatakan bahwa ia buruk,
maka ia akan merasa dirinya buruk, jika seseorang menyatakan diri kita buruk,
maka kita menanggapinya dengan cara, kita melakukan pengamatan diri, apabila
tidak benar kita hiraukan, sebaliknya benar kita belajarlah dari mereka.
Dalam dua permasalahan di atas, mengapa harus marah? jika
anda dapat melihat segala sesuatu seperti ini, anda benar-benar berada dalam
kedamaian. Tidak ada yang salah, yang ada hanyalah kebenaran, karena anda mampu
menjadikan kritikan sebagai evaluasi perbaikan diri, sehingga dalam kegiatan
selanjutnya diharapkan membawa pengendalian diri jauh lebih baik, dan pujian
juga sebagai penyemangat diri dalam menjalankan aktifitas
Seorang yang bijak, mereka akan berfikir dan melakukan
pembinaan diri terlebih dahulu, untuk membina dirinya, ia lebih dulu meluruskan
hatinya, untuk meluruskan hatinya, ia terlebih dahulu memantapkan tekadnya, untuk
memantapkan tekadnya, maka ia terlebih dahulu mencukupi pengetahuannya, untuk
mencukupi pengetahuannya, maka ia meneliti hakikat setiap perkara, dengan
meneliti hakikat setiap perkara, maka cukuplah pengetahuannya, dengan cukup
pengetahuannya, akan dapat memantapkan tekadnya, dengan memantapkan tekadnya,
maka ia dapat meluruskan hatinya, dengan hati yang lurus, maka ia dapat membina
dirinya sendiri, sehingga dapat tercapailah tujuan yang damai dan harmonis.
Jika anda betul-betul menggunakan alat kebenaran, anda
tidak perlu merasa iri terhadap orang lain. Oleh karena itu, orang malas hanya
ingin mendengarkan dan percaya, kita akan bisa mandiri, mampu menghidupi diri
sendiri dengan usaha sendiri. Terkadang kita menemukan suatu masalah dalam
hidup, hal tersebut merupakan suatu tantangan yang perlu seseorang pecahkan,
sehingga menemukan solusi dalam masalahnya tersebut.
Tidak sedikit orang mengalami stres ataupun depresi
ringan hingga yang berat, apabila mereka tidak mampu melewati problem itu, maka
bisa saja jalan pintas yang dianggap pantas bisa mereka lakukan, yaitu bunuh
diri, maka sebelum problem yang muncul didalam diri berlarut, ada upaya untuk
mencegahnya dengan cara seseorang dapat mengolah diri sendiri melalui
pengembangan batin dengan mendalami spritualitas sebagai kunci atau pondasi
penguat pedoman kehidupan ini.
Batin seseorang yang rapuh, sangat mudah dirobohkan,
ibarat pohon yang tidak memiliki akar yang kuat, maka pada saat pohon itu
diterjang angin, pohon tersebut akan tumbang dengan mudah, sebaliknya apabila
seseorang telah menanamkan keyakinan yang kuat pada pemahaman agama dan
terpenting telah mampu mempraktikkan ajaran agamanya dengan baik, benar dan
bijaksana, maka kerapuhan hati terhadap problem apapun dapat dilewati dengan
tenang dan damai, diibarat pohon yang telah tertanam dengan kuat, hingga
akarnya dapat menjalar keatas tanah, sehingga angin maupun badai tidak mampu
mengguncangkannya.
Ada sebuah cerita, seorang anak tunggal dari keluarga
yang sederhana, Ayah dan ibunya memiliki keyakinan yang berbeda dengannya,
memiliki harapan agar anaknya dapat bekerja, berumah tangga, dan tidak boleh
terlalu mendalami keyakinan yang dianut oleh anaknya, kedua orang tuanya
tersebut sangat mengkhawatirkan apabila anaknya melangkah untuk tidak berumah
tangga menjadi seorang Imam dari agamnyanya itu. Sehingga pada saat remaja anak
ini dibatasi ruang pergaulannya terutama dalam hal keagamaan, pada sewaktu
ketika anak tersebut melangkah untuk menempuh pendidikan diluar pulau tempat
mereka tinggal.
Pada
saat anak ini menempuh pendidikan, kedua orang tuanya hanya bisa meratapi dan
berharap agar si anak dapat melepaskan ikatan keagamaannya, dengan cara
ditelepon sepanjang saat, tentunya si anak memiliki komitmen bahwa agama adalah
hak asasi setiap orang dan tidak dapat diganggu gugat karena hal tersebut telah
tercatat dalam UUD 1945. usaha dari kedua orang tuanya terus menghantui si
anak, agar anaknya dapat memenuhi keinginan mereka, sedangkan pada kenyataan
kedua orang tuanya sudah tidak bersama, tidak pernah membiayai pendidikan
anaknya dan belum tentu mereka dapat menjamin si anak, apabila melepaskan
pendidikan keagamaannya bisa memiliki masa depan yang cerah. si anak terus
berjuang untuk meluluskan pendidikannya, dan apabila kekuatan kebaikannya
mendukung anak tersebut akan meneruskan cita-cita mulia menjadi Imam, meskipun
kedua orang tuanya tidak mendukung, kerena ini sebuah tekad yang muncul dari
sebuah panggilan hati nurani yang paling dalam.
Sebagai
orang tua yang bijaksana tentunya memiliki toleransi dalam beragama dan
memberikan kebebasan bagi anak untuk memilih dan memutuskan masa depan yang
akan dia jalankan, bukan sebaliknya orang tua menjadi hakim yang memutuskan dan
menuntut anak seperti apa yang diinginkan. Pada dasarnya diri sendiri terbentuk
menjadi baik maupun tidak tergantung dari lingkungan keluarga, masyarakat yang
mempengaruhinya.
Teori
Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J.J. Rousseaue.
Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki
pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan
keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran
Negativisme. (H.7) .
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu
menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang anak dapat
tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus
diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang
terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain J.J.Rousseaue
menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak
secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru. (H 8).
Diri
sendiri adalah sebagai penentu masa depan, karena semua rencana, hingga keputusan
hanyalah kita seorang diri yang dapat memutuskan, orang lain hanya sebagai
penasehat, bukan hakim dan juga bukan jaksa penuntut, sehingga langkah awal
kita agar memiliki sebuah keputusan yang cemerlang adalah kita dapat mengasah
dunia spritualitas dengan baik sehingga arah dari masa depan yang berlandas
pada rencana dapat terlealisasi dengan harapan yang memuaskan.
Terus maju....., berkarya untuk alam.... dan
salam sukses luar biasa...!!!
Refrensi:
Guttadhammo. 2011. Inspirasi Kehidupan 1. Temanggung.
Susanto,
Jusuf. 2007. Kearifan Timur dalam Etos
Kerja dan Seni Memimpin. PT. Kompas
Media Nusantara. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar