Yathᾱ pi puppharᾱsimhᾱ
kayirᾱ mᾱlᾱguṇe
bahū
evaṁ jᾱtena
maccena
kattabbaṁ kusalaṁ
bahuṁ
seperti setumpuk
bunga dapat dibuat banyak karangan bunga,
demikian pula hendaknya
banyak kebajikan
dapat dilakukan
oleh manusia di dunia ini.
(Dhammapada, Puppha Vagga;53)
Ada
istilah lain mengatakan Persembahan sama dengan Pemberian, arti sebuah persembahan
adalah memberikan suatu tanda hormat berupa materi maupun non materi, yang
dikatakan materi tentunya yang tampak oleh kasat mata, seperti uang, kado,
rumah, motor, mobil. Sebaliknya non
materi tidak tertampak oleh mata kasar, melainkan berkaitan dengan kualitas
batin, seperti ketaatan ibadah, perhatian, nasehat, kebahagiaan.
Masyarakat
pada umumnya akan mempertanyakan persembahan apa yang cocok diberikan kepada
sosok yang dianggap berarti didalam hidupnya, seperti pada remaja dalam mencari
jati dirinya, ia rela berkorban untuk mempersembahkan waktu, materi untuk dapat
mengenali lawan jenis yang ia sukai, demi mendapatkan cinta dengan kepuasan dan
kebahagiaan duniawi.
Adapula orang tua yang ingin
menyenangkan buah hatinya pada saat berulang tahun dengan mempersembahkan kado
kesukaan anaknya, dan masih banyak bentuk persembahan kepada orang-orang yang
dianggap berarti didalam hidup ini.
Persembahan dalam agama Buddha
disebut sebagai pemberian, dalam bahasa
Pali disebut Puja, dikenal ada 2 macam: Amisa Puja (pemberian berupa materi, seperti
persembahan:
a. Air
memiliki filosofi dari tempat yang tinggi air mengalir memenuhi ruang di tempat
yang rendah, demikian layaknya manusia dapat memiliki sifat rendah hati,
seperti air yang selalu mengalir ketempat yang rendah.
b. Bunga
memiliki filosofi pertumbuhan awal berasal dari bibit dan tumbuh menjadi besar,
kuncup, hingga bermekaran, dan pada akhirnya layu dan mati atau kering, sebagai
arti bahwa layaknya manusia memiliki siklus kehidupan dari adanya janin dalam
kandungan sang Ibu, lahir, menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua, sakit, dan
mati.
c. Lilin
memiliki filosofi penerang didalam sisi kegelapan, demikian layaknya manusia,
dengan kebaikan yang ditanam dalam hidup ini, diharapkan dapat menjadi penerang
dalam hidupnya, dan dapat menuntun diri keluar dari kegelapan batin menuju
kejalan yang terang, yaitu pembebasan.
d. Dupa
memiliki filosofi keharuman kesegala penjuru, dan membuat orang yang merasakan
wanginya menjadi bahagia, demikian layaknya kebaikan yang telah dilakukan dapat
menyebar keseluruh penjuru dan mampu melawan arah angin, hingga dapat menembus
alam dewa.
Paṭipatti
Puja: Pemberian dengan melaksanakan kebaikan. Penghormatan ini adalah sebagai
persembahan rasa syukur dan terima kasih kepada Guru Buddha yang telah mengajarkan
Dhamma untuk umat manusia, agar dapat tercapainya kebahagiaan dan terbebas dari
derita, ketidakpuasan (dukkha).
Sesuai dengan Paṭipatti puja dapat diuraikan menjadi tiga
kelompok Dhamma, yaitu: Pariyatti Dhamma, Paṭipatti Dhamma, Paṭivedha Dhamma,
Dalam Dῑgha Nikᾱya; III; PᾹṬIKA;
Sigᾱlaka Sutta, halaman 483 dijelaskan : “DEMIKANLAH YANG
KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavᾱ sedang menetap di Rᾱjagaha, di tempat
memberi makan tupai, di Hutan Bambu. Pada saat itu, Sigᾱlaka putra seorang
perumah tangga, setelah bangun pagi dan keluar dari Rᾱjagaha, sedang menyembah,
dengan pakaian dan rambut basah dan tangan dirangkapkan, ke arah yang
berbeda-beda: ke timur, selatan, barat, dan utara, ke bawah dan ke atas.
Dan Sang Bhagavᾱ, setelah bangun
pagi, merapikan jubah, membawa jubah dan mangkuk-Nya pergi ke Rᾱjagaha untuk
menerima dana makanan. Dan melihat Sigᾱlaka menyembah arah yang berbeda-beda,
beliau bertanya dan memberikan pengertian dan bimbingan tentang penghormatan
yang baik sesuai Dhamma, Ada beberapa hal penghormatan atau persembahan yang dapat diberikan untuk mendapatkan
manfaat yang besar:
1. Ayah
dan Ibu (arah timur)
Ø dengan
lima cara anak dapat memberikan persembahan kepada kedua orang tuanya, yakni:
a. Dulu
aku dirawat, dibesarkan, dididik oleh mereka, sekarang aku akan menunjang
mereka.
b. aku
akan melakukan kewajibanku sebagai anak yang berbakti.
c. aku
akan menjaga baik kehormatan keluargaku.
d. aku
akan menjaga baik warisanku
e. aku
akan mengingat, menjalankan budi baik dan selalu mengirimkan doa kepada
orangtuaku, meskipun mereka telah tiada.
Sutta
pendukung:
1.
Aṅguttara
Nikᾱya II;iv;2 halaman 90 tentang membalas budi orang tua,
dijelaskan bahwa: “Kunyatakan, O para Bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat
dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? ayah dan ibu. Bahkan
seandainya memikul ibunya dan ayahnya ke kedua bahunya dan pergi kemana saja
hingga seratus tahun, bahkan memijiti, meminyaki, memandikan, membuang
kotorannya, menggosokan kaki dan tanggannya, mengangkat mereka menjadi Raja,
dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta
tidaklah dapat membalas jasa mereka, yang dapat membalas jasa kedua orang tua
kita adalah dengan cara mendorong mereka yang tadinya tidak percaya, menjadi
percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan, moralitas, yang
awalnya kikir, jadi dermawan, yang awalnya batinnya bodoh, menjadi bijaksana,
cara demikian adalah cara balas budi yang tepat dan melebihi dengan apa yang
mereka berikan kepada kita
2.
Majjhima
Nikᾱya, Aṅgulimala Sutta;86 , dijelaskan bahwa:
ahimsaka adalah anak yang sangat patuh, terdidik, dan pintar, karena sahabat
yang iri akan kepintarannya, sahabat-sahabatnya menghasut gurunya dengan
memfitnah tuduhan-tuduhan palsu kepada ahimsaka, sehingga guru sangat membenci
ahimsaka, setelah lulus dari pendidikannya, ahimsaka diminta untuk mengganti
uang sekolahnya bukan dengan uang, melainkan dengan mengumpulkan 1.000 untaian
ibu jari tangan kanan dari orang yang berbeda, karena patuh kepada gurunya, dia
melakukan hal itu, meskipun ahimsaka harus terpaksa melakukannya, karena ahimsaka
tidak pernah melakukan hal itu, dengan pedang terhunus tajam, dia masuk ke
dalam hutan Jatila, dan membunuh para pelancong yang lewat dihutan itu,
sehingga ahimsaka mendapat julukan Aṅgulimala si pembunuh terkejam, tidak kenal
ampun, pada saat untaian ibu jari terkumpul 999, dan yang terakhir adalah
ibunya sendiri yang akan dibunuh untuk melengkapi jumlah untaian itu, maka
dengan kekuatan kesaktian Buddha, Buddha dapat menghalau lebih cepat tiba
dihutan itu daripada ibunya ahimsaka, buddha melihat bahwa Aṅgulimala akan
mencapai kesucian pada saat itu, apabila Ahimsaka berhasil membunuh ibunya,
maka garuka
kamma telah terjadi, maka ahimsaka tidak akan mencapai kesucian,
melainkan jatuh kedalam neraka avici.
Pada saat itu Buddha dapat melumpuhkan Aṅgulimala dengan kekuatan kesaktian dan
cinta kasih, Aṅgulimala dapat bertobat dan menjadi Bhikkhu dan berlatih hingga mencapai
Arahat.
3.
Aṅguttara
Nikᾱya; IV;63, halaman 238, dijelaskan bahwa keluarga berdiam
dengan Brahmᾱ , guru-guru, dewa-dewa, bila di rumah mereka orang tua dihormati
oleh anak-anaknya. Para Bhikkhu, Brahmᾱ
, guru-guru, dewa-dewa adalah istilah yang diberikan kepada ayah dan ibu,
mengapa? karena mereka telah sangat banyak membantu anak-anaknya, membesarkan,
memberi makan dan menunjukkan dunia kepada anak-anaknya.
4.
Pengantar
Vinaya, kelompok Vassa, bagian 1, halaman 29 dijelaskan dalam
menjalani masa Vassa, seorang bhikkhu diperkenankan untuk meninggalkan tempat
dengan salah satu alasan adalah Jika teman Dhamma (bhikkhu dan Samanera), atau
ibu dan ayah sakit, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk merawatnya.
Ø Lima
cara orang tua menunjukkan kecintaan terhadap perlakuan anaknya:
a. mencegah
anaknya berbuat jahat.
b. menganjurkan
anaknya berbuat baik.
c. mendidik
anaknya agar mandiri.
d. mencarikan
pasangan yang sesuai dengan
anaknya.
e. pada
waktu yang tepat, warisan diberikan.
Sutta
pendukung:
1. Majjhima Nikᾱya; Piyajatika Sutta
(seorang ayah yang sangat terpukul dengan kematian putra tunggalnya, dan tidak
menerima nasehat Buddha yang menjelaskan orang yang kita cintai adalah membawa
dukkha, kesedihan. Hal ini hingga ketelinga Raja Pasenadi dan Ratu Mallika,
Ratu Mallika sangat percaya pada konsep Buddha, sedangkan Raja Pasenadi yang awalnya menolak konsep
Buddha, setelah direnungkan apabila puteri tercinta Vajiri mengalami perubahan
terhadap dirinya, maka dukkhapun akan terjadi pada diri Raja. setelah memahami
konsep bahwa orang-orang yang dicintai adalah membawa dukkha, maka Raja baru
memahami konsep itu.
2. Khuddaka Nikᾱya; Itivuttaka;III;74;
halaman 69, dijelaskan bahwa orang bijaksana
menginginkan anak yang berkualitas tinggi atau serupa. Mereka tidak
menginginkan anak yang berkualitas rendah, yang akan menjadi aib bagi keluarga.
tetapi di dunia ini, anak seperti itu yang merupakan umat awam yang berbakti,
yang kuat dalam keyakinan dan keluhuran, dermawan, tidak egois, akan bersinar
terang di antara orang banyak, bagaikan rembulan yang bebas dari awan.
3. Dalam cerita Riwayat hidup Buddha
Gotama, terdapat cerita seorang wanita bernama Kisagotami
yang tidak menerima kematian anaknya, dan datang menghadap kepada Buddha,
karena kisagotami mengetahui seorang Buddha adalah Guru para Dewa dan Manusia,
dan dianggap mampu menghidupkan anaknya yang baru meninggal, Buddha menjelaskan
tentang konsep anicca, dukkha dan anatta, akan tetapi dalam kesedihan yang
mendalam kisagotami terus tenggelam dalam kesedihannya, Buddha menjanjikan akan
menghidupkan anaknya, apabila kisagotami mampu mencari biji lada hitam disetiap
rumah penduduk yang anggota keluarganya belum ada yang pernah mengalami
kematian, akhirnya kisagotami menyadari setelah ia mengunjungi hampir semua
rumah penduduk dengan syarat yang Buddha berikan, bahwa anaknya meninggal dan
tidak dapat hidup kembali, sehingga dengan kesadarannya, ia melepas kepergian
anaknya, dan kisagotami juga memohon pada Buddha untuk ditabiskan menjadi
anggota Sangha Bhikkhuni, dengan tekun kisagotami menjadi bhiikhuni, dia dapat
menembus pencapain kesucian arahat.
2. Murid
dan Guru
Ø ada
lima cara murid memberikan persembahan kepada gurunya, yaitu:
a. bangun
dari tempat duduk untuk memberikan penghormatan.
b. melayani
gurunya.
c. bertekad
keras untuk rajin belajar.
d. memberikan
jasa-jasa padanya.
e. memperhatikan
dengan baik, pada saat diberi mata pelajaran.
Sutta
Pendukung:
1. Aṅguttara Nikᾱya; V; 2,
dijelaskan bahwa kekuatan-kekuatan siswa yang berlatih memiliki lima kekuatan,
yaitu: kekuatan keyakinan, malu, takut moral, semangat, dan kebijaksanaan.
Memiliki keyakinan dan menempatkannya pada pencerahan Tathᾱgata. Memiliki rasa
malu, malu akan apapun yang jahat dan tidak bermanfaat. memiliki rasa takut
terhadap tubuh, ucapan, pikiran, takut akan apa pun yang jahat dan tidak
bermanfaat.
Ø ada
lima cara guru mencintai muridnya, atas perlakuan baiknya, yaitu:
a. Ia
melatih dengan baik muridnya sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.
b. ia
membuat muridnya menguasai pelajaran yang diberikan.
c. ia
mengajar secara mendalam semua ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
d. ia
berbicara baik tentang muridnya kepada sahabatnya dan orang lain.
e. ia
menjaga muridnya dari setiap segi.
Sutta
Pendukung:
1. Dῑgha Nikᾱya; I; 15; Lohicca Sutta,
halaman 142, dijelaskan tentang Guru yang baik dan
yang buruk. Buddha menjelaskan kepada Brahmana Lohicca di Sᾱlavatikᾱ, ada tiga
jenis guru di dunia ini yang layak di cela, dan jika siapa pun mencela
guru-guru demikian, celaannya adalah pantas,benar, sesuai dengan kenyataan dan
tidak salah. Apakah tiga itu?,
1. Guru
yang meninggalkan duniawi, dan hidup tanpa rumah, akan tetapi belum mencapai
buah pertapaan, dengan ini ia mengajarkan suatu ajaran, dengan mengatakan ini
baik untukmu, bahagia untukmu. Namun murid tidak mau mendengarkan,
memperhatikan, mencemooh. Ibarat seorang laki-laki yang terus menerus mendekati
seorang perempuan yang menolaknya dan merangkulnya walaupun ia telah berpaling.
Aku nyatakan ini adalah ajaran jahat dan berdasarkan pada kemelekatan, karena
apakah yang dapat dilakukan seseorang untuk orang lain?
2. Guru
yang meninggalkan duniawi, dan hidup tanpa rumah, akan tetapi belum mencapai
buah pertapaan, dengan ini ia mengajarkan suatu ajaran, dengan mengatakan ini
baik untukmu, bahagia untukmu. Muridnya mau mendengarkan, memperhatikan, mereka
ingin membangkitkan pikirannya, untuk mencapai pencerahaan dan tidak mencemooh
nasihat gurunya. Guru ini juga pantas dicela, karena diibarat ia memikirkan
ladang orang lain yang perlu dikerjakan. Aku nyatakan ini adalah ajaran jahat
dan berdasarkan pada kemelekatan, karena apakah yang dapat dilakukan seseorang
untuk orang lain?
3. Hanya
ada satu guru yang tidak dapat dicela, ia adalah Tathᾱgata, beliau adalah guru
yang telah meninggalkan duniawi, telah meninggalkan rumah, dan telah mencapai
jalan ksempurnaan, guru para Dewa dan Manusia.
3. Suami
dan Istri
Ø ada
lima cara suami memberikan persembahan kepada istrinya, yaitu:
a. dengan
memperhatikan kebutuhan istrinya.
b. bersikap
lemah lembut.
c. setia
dengan isterinya (tidak selingkuh).
d. memberikan
kekuasaan/ kepercayaan tertentu kepada istrinya.
e. memberikan
perhiasan kepada istrinya.
Sutta
Pendukung:
Aṅguttara
Nikᾱya IV, 53, tentang empat pasangan dalam agama
Buddha, yaitu:
1. Raksasa-Raksasi,
layaknya seorang suami dan istri tidak memiliki moralitas, melanggar moralitas
yaitu pancasila buddhis, dan mencela kehidupan luhur para petapa.
2. Raksasa-Dewi,
layaknya suami tidak bermoral, mencela para petapa, akan tetapi sang isteri
selalu taat menjalankan pancasila buddhis dengan baik, dan menunjang kehidupan
luhur para petapa.
3. Dewa-Raksasi,
layaknya suami berkelakuan baik, tidak melanggar pancasila buddhis, dan selalu
menyokong kehidupan para petapa, sedangkan isterinya tidak bermoral, dan
mencela para petapa.
4. Dewa-Dewi,
keduanya antara suami dan isteri merupakan pelaksana sila yang baik dan tanpa
cela, dan bersama-sama dalam menyokong sepenuhnya dengan ketulusan kehidupan
para petapa.
Ø ada
lima cara seorang isteri mencintai suaminya, atas perlakuan yang diberikannya:
a. melakukan
tugasnya dengan baik
b. ramah-tamah
kepada keluarga dari kedua belah pihak.
c. setia
kepada suaminya
d. menjaga
baik barang yang dibawa suaminya.
e. pandai
dan rajin mengurus rumah tangga.
Sutta
Pendukung:
1. Aṅguttara
Nikᾱya........ menjelaskan ada tujuh macam jenis isteri, yaitu:
a. Isteri
seorang pembunuh, ialah seorang isteri yang berkelakuan seperti pembunuh, keji,
kejam, tidak mengenal ampun, dan bisa mencelakaan bahkan membunuh suami.
b. isteri
seorang pencuri, tidak pernah merasa puas dengan apa yang didapat dari suami,
selalu menuntut dan suka mencuri uang suaminya demi memenuhi keinginan dan
keserakahannya.
c. isteri
seorang tiran, selalu bermalas-malasan dan tidak giat serta tidak mengerjakan
tugas layaknya seorang isteri, selalu membuat susah suami, dan membuat rumah
tangga selalu menimbulkan konflik.
d. isteri
seorang pelayan, layaknya isteri tunduk dan patuh dengan perintah dan kemauan
suaminya, menyiapkan makanan kesukaan suaminya, melayani suaminya, mencuci dan
menyeterika pakaian suaminya.
e. isteri
seorang ibu, layaknya isteri yang memperlakukan suaminya seperti anaknya,
memberikan perhatiannya dan kasih sayangnya tiada batas dan tanpa pamrih,
mengarahkan suami untuk berbuat kebaikan, dan melarang untuk berbuat buruk.
f. isteri
seorang saudara perempuan, layaknya menganggap isteri seperti adiknya sendiri
dan isteri menganggap suami seperti kakak, saling perhatian dan berbagi suka
dan duka, serta saling mendukung dalam segala hal.
g. isteri
seperti seorang sahabat, layakanya sahabat yang selalu berdua kemana saja,
tidak pernah terpisahkan, selalu setia, dan berbagai dalam suka dan duka,
salaing memberikan penguat dan motivasi, selalu menyatukan ide untuk masa
depan, menghidari pertengkaran, saling belajar untuk memahami.
Aṅguttara
Nikᾱya IV, 55, empat macam kondisi yang dapat
mempersatukan pasangan dalam kehidupan saat ini dan kehidupan selanjutnya yaitu:
a. Keyakinan
seimbang, meskipun berbeda agama, yang terpenting kualitas keyakinan seimbang
dan saling mendukung.
b. Moralitas
yang seimbang.
c. Kedermawanan
yang seimbang.
d. Kebijaksanaan
yang seimbang.
4. Seseorang dan sahabat/ kenalan
Ø ada
lima cara seseorang memberikan persembahan kepada sahabat dan kenalannya,
yaitu:
a. murah
hati
b. ramah
tamah
c. berbuat
baik
d. tepat
janji
Ø ada
lima cara sahabat dan kenalan akan mencintainya:
a. mereka
melindunginya jika ia tidak siaga.
b. menjaga
harta bendanya.
c. dalam
keadaan bahaya, ia akan melindunginya.
d. pada
saat keadaan susah, ia tidak akan meninggalkannya.
e. senantiasa
menghormatinya.
5. Atasan/
majikan dan karyawan/ buruh
Ø lima
cara atasan memberikan persembahan kepada bawahan/buruhnya:
a. memberikan
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
b. memberi
mereka makanan dan gaji yang sesuai.
c. memberi
perawatan sewaktu mereka sakit.
d. membagikan
makanan enak kepada mereka pada waktu-waktu tertentu.
e. memberikan
libur pada waktu-waktu tertentu.
Ø lima
cara bahawan/ karyawan mencintai atasan/majikan dari perlakuannya:
a. mereka
bangun lebih pagi dari mereka.
b. mereka
tidur setelah majikan tidur.
c. mereka
akan berterima kasih atas perlakuan yang mereka terima.
d. mereka
akan bekerja dengan baik.
e. mereka
akan memuji majikan mereka dimanapun berada.
·
Kasus kekerasan TKI dan TKW, pemerintah
harus berperan aktif.
·
Layaknya menjadi pimpinan tidak bersifat
otoriter, melainkan demokrasi.
Pemimpin layaknya turun
tangan untuk membantu mereka yang yatim piatu, fikir miskin, mengangkat derajat
mereka, mensejahterakan mereka, bukan justru ditindas, rumahnya digusur tanpa
ada uang ganti rugi, mereka protes dengan pemerintah, oknum aparat memukul. Mencontoh salah satu pemerintah yang baik di
DKI Jakarta yaitu Pak Joko Widodo (Jokowi) memberikan persembahan bhaktinya
pada praktik nyata, bukan sekedar janji kepada masyarakat.
·
Layaknya bawahan memberikan persembahan
kepada atasan dengan menjunjung tinggi kejujuran dalam bekerja. tidak serakah,
lupa daratan. menjadi rakyat tentunya juga ikut menjaga kemanan dan perdamaian
negara/ dunia. contoh demo anarkis, merusak fasilitas umum, antar aparat
perang, tidak rukun.
6. Umat
Biasa dengan Tokoh Agama
Ø dengan
lima cara umat biasa memberikan persembahan kepada Tokoh agamanya:
a. dengan
perbuatan yang penuh kasih sayang.
b. dengan
ucapan yang ramah-tamah.
c. dengan
pikiran yang penuh kasih sayang.
d. dengan
selalu membuka pintu untuk mereka.
e. dengan
memberikan keperluan hidup mereka.
Ø ada
enam cara tokoh agama akan mencintai perlakuan umatnya:
a. mencegah
mereka untuk tidak berbuat jahat.
b. menganjurkan
mereka berbuat kebaikan.
c. mencintai
mereka dengan pikiran yang penuh kasih sayang.
d. mengajari
umatnya sesuatu yang belum diketahuinya/ didengar.
e. memperbaiki
dan menjelaskan sesuatu yang mereka pernah ketahui/didengar.
f. menunjukkan
mereka jalan ke surga
·
(bukan secara nyata, melainkan dari konsep
teori yang siap di praktikkan untuk menuju ke surga)
hanya menunjukkan
jalan, bukan menunjukkan tempat (surga).
teorinya: lenyapkan
kekotoran batin, pikiran jahat, ucapan jahat, prilaku jahat.
·
Istilah: lebih baik seorang mantan
preman menjadi tokoh agama, karena tobat bukan tomat = tobat nanti kumat,
daripada tokoh agama berkelakukan seperti preman, seperti : petantang petenteng
memukul, membunuh, melakukan perzinahan.
Sebagai
manusia layaknya mampu memberikan persembahan yang bermanfaat bagi
kesejahteraan banyak orang sehingga persembahan yang diberikan tidaklah
sia-sia, sehingga bermanfaat besar.