Disusun
oleh : Kuncoro, B A (B. Dh)
Dua orang
bhikkhu dari suku brahmana mengajukan pendapat untuk mengubah kata-kata dari
Buddha ke dalam Chandasa, tetapi
Buddha sendiri tidak menyetujuinya. Buddha berkata bahwa para bhikkhu
diperbolehkan untuk belajar ajaranya ke dalam Sakanirutti.
II.
Menurut Catatan Dari Culavagga
Dua bhikkhu
dari suku brahmana yang bernama Yamelu dan Tekula memiliki kata-kata yang
manis, mereka mendekati Buddha dan berkata bahwa ada banyak para bhikkhu dari berbagai
suku dan kasta memasuki perkumpulan para bhikkhu (Sangha). Mereka mengotori
kata-kata dari Buddhavacana ke dalam Sakaniruttiya mereka. Jadi kedua bhikkhu
dari suku brahmana mengajukan untuk mengubah kata-kata dari Buddha ke dalam
Chandasa.
III.
Instruksi Dari Buddha
Setelah mendengar penolakan
dari Buddha tentang permintaan mereka, Buddha menjelaskan bahwa untuk
menterjemahkan kata-kata dari Buddha ke dalam Chandasa tidaklah kondusif untuk
manfaat bagi orang banyak. Kemudian Buddha mengumpulkan para bhikkhu dan beliau
memberikan instruksi yang menjadi salah satu peraturan vinaya. “O Bhikkhu,
kata-kata dari Buddha tidak seharusnya diterjemahkan ke dalam Chandasa. Jika
seseorang melakukan hal tersebut akan ada pelanggaran dari tindakan salah
(Dukkata). O Bhikkhu saya memperbolehkan kamu untuk mempelajari ajaran Buddha
ke dalam bahasa dialekmu sendiri (Sakaniruttiya).
IV.
Bagaimana Sumber Pali
Diturunkan Dari Istilah Chandasa
Berdasarkan
Samanthapasadika bhikkhu Boddhaghosa menginterpretasikan istilah Chandasa
dengan “Vedaÿviya sakkata bhasaya vacana maggaÿ” di sini Chandasa berarti
bentuk pengulangan dari bahasa Sansekerta sebagai Veda.
Menurut
kitab komentar Sutta Nipata “Savitti Chandada mukham” mengacu bahwa yang harus
dipelajari dulu oleh mereka yang mempelajari
veda. Jadi Chandasa mengacu pada bahasa veda dan ini adalah suatu keharusan
bagi mereka yang belajar lebih lanjut dari bahasa ini.
V.
Pentingnya Instruksi Dari
Buddha
Dari
peninjauan kedua bhikkhu dari suku brahmana, kelihatan bahwa mereka sangat
bangga dengan kebudayaanya dan mereka tidak memiliki rasa hormat dari bahasa
dialek. Dari pendapat para sarjana bahwa Chandasa adalah bahasa Veda yang
dibanggakan oleh kaum brahmana.
Istilah
Sakaniruttiya muncul dua kali dalam syair Culavagga: pertama dalam percakapan
antara dua bhikkhu dari suku brahmana yang tidak setuju mengenai berbagai suku
dan kasta yang mengotori Buddhavacana ke dalam Sakaniruttiya; yang kedua,di
dalam instruksi Buddha memperbolehkan mereka untuk mempelajari Buddhavacana ke
dalam Sakaniruttiya.
VI.
Bagaimana Kitab Komentar
Dan Para Sarjana Mendefinisikan Istilah
Sakanirittuya
Kitab
Komentar mengatakan “Sakaniruttiya” berarti bahasa dari Magadha sebagai yang diucapkan oleh
Buddha. Sementara ini para sarjana Buddhist modern menginterpretasikan bahwa
“Sakaniruniya” merujuk pada dialek dari mereka yang belajar Agama Buddha. Dari
sudut pandang Tata Bahasa merujuk pada dialek mereka yang belajar ucapan dari
Buddha.
VII.
Arana Vibhanga Sutta
Di
dalam Sutta ini menyebutkan dan menekankan bahwa Buddha menjelaskan secara
detail sebuah bowl yang bisa disebut dengan berbagai nama dan dialek,
contohnya: Patta, Pati, Pona, atau bahwa Pisila.
VIII.
Asal Dari Pali
Ada
beberapa pandangan yang berbeda dari asal muasal Pali. Beberapa sarjana dari
Eropa Tengah berpendapat bahwa Pali berasal dari dialek India termasuk di kerajaan kosala, Magadha,
Kosambi, Avatti, Kalinga, Vindiya, Taxila, dan Pataliputra. Dari pandangan
tradisi mengatakan bahwa Pali adalah Magadhi (Magadhinirutti, Magadhikabhasa).
Seorang komentator besar dari Theravada yaitu Bhikkhu Buddhaghosa Thera
mengatakan bahwa Pali Adalah bahasa Yang diucapkan oleh Buddha. Dia mengatakan
“Sabuddha Mulabhasa Desente Dhammam Muttanam Jananti Satta Sabbepi
Sakabhasam’va attano” artinya Buddha mengajarkan Dhamma yang mulia, beliau
menggunakan bahas asli dan semua mahkluk mengetahui dan mengerti seperti halnya
bahasa mereka sendiri, maka dari itu Buddhaghosa Thera mengatakan bahwa Pali
bukanlah Bahasa lain tetapi Magadhi.
Wapola Rahula, mempertahankan bahwa Pali adalah suatu reformasi
aktif yang dasarnya dari bahasa Magadhi.
Rahula menganalisa bahasa Pali dan menemukan bahasa Pali
mengandung beberapa bentuk dialek. Dia juga memiliki pendapat yang sama dengan
Windisch bahwa Pali telah dimodifikasi dengan Magadhi.
W. Geiger mengembangkan bahasa Pali sebagai bentuk dari bahasa
Magadhi. Dari kenyataan sejarah tiga konsili diadakan di Kerajaan Magadha yaitu
di Kota Rajagaha, Vesali, dan Pataliputra.
IX.
Perkembangan Bahasa Pali.
Bahasa Pali bukanlah suatu bahasa asli, tetapi merupakan
gabungan dari beberapa dialek. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Pali merupakan
bahasa percakapan, bahasa terus menerus melalui perkembangan selama beberapa
abad.
Buddha dengan rasa demokrasinya untuk mempelajari ajaran Buddha dari mereka
yang berbeda suku, ras, memperbolehkan mereka untuk belajar sesuai dengan
dialek mereka. Lebih lanjut lagi, kitab Kanon di tulis dalam bentuk yang bukan
bahasa Ceylon,
yang bahasanya berbeda dengan bahasa Pali.
X.
Kesimpulan
Sudah sangatlah jelas bahwa Yang
Terberkahi tidak menginginkan ajaranya diajarkan dalam bahasa kaum minoritas.
Demikinlah, beliau memberikan suatu wejangan untuk memberikan larangan kepada
para siswanya untuk menterjemahkan ajaranya ke dadalam bahasa Veda. Untuk
manfaat bagi para pengikutnya yang yakin kepada Buddha dan ajarannya, Buddha
mempersilahkan untuk mempelajarinya menurut bahasa yang mereka dapat mengerti.
Bahasa inilah yang sekarang disebut bahasa Pali.
Bahasa Pali perlu dipelajari dan dilestarikan oleh generasi muda
BalasHapus