Oleh : Samanera
Vimalaseno
“Seseorang yang mula-mula hidup
tidak waspada,
tetapi kemudian hidup dalam
kewaspadaan,
maka ia akan menerangi seluruh
dunia,
seperti bulan yang tidak lagi
tertutup oleh awan.”
(Dhammapada; Loka Vagga, 172,13:6)
Apabila kita menoleh, lebih dari 68
tahun yang silam negara Republik Indonesia terjajah dan amat menderita oleh
para penjajah dari jaman Belanda kurang lebih 3 abad lamanya, disusul oleh Jepang. Indonesia telah mengukir sejarah yang panjang dalam suka citanya untuk
dapat meraih kemerdekaan, tepatnya 17 Agustus 1945, Bapak Presiden pertama kali, dan
atas nama Bangsa Indonesia memploklamirkan Kemerdekaan R.I.
Bangsa Indonesia merasa mendapatkan suatu anugerah
yang amat bahagia, Negara Indonesia bisa Merdeka, Merdeka dari penjajah, dan
Indonesia diharapkan bisa berkembang menjadi Negara yang maju, meskipun tidak
sedikit para Pejuang Kemerdekaan yang harus mengorbankan jiwa dan raga mereka
demi sebuah Kemerdekaan!
Dengan seiring berjalannya waktu,
demokrasi diberikan sebagai hak bagi Warga Negara Indonesia, akan tetapi banyak
yang melupakan kewajibannya sebagai Warga Negara,menuntut hak dan tidak menjalankan kewajibannya terlebih dahulu.
Hal yang kita lihat selain korupsi yang telah
merajalela dan sulit diatasi adalah kemiskinan secara materi, moral dan
pendidikan, sehingga bangsa Indonesia terpuruk dari segi perekonomian,
pendidikan dan status sosial serta kesejahteraan, apakah ini yang kita katakan Indonesia telah Merdeka??. Merdeka secara tidak dijajah oleh Negara lain, akan
tetapi sekarang Warga Negara Indonesia sendiri yang menjadi penjajah bagi negaranya,
menjual maupun menyeludupkan
narkoba baik dari dan keluar negeri, korupsi di bangku pemerintahan yang tidak terselesaikan,
kasus-kasus kriminal yang tidak terpecahkan.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai
warga negara Indonesia, banyak negara yang baru merdeka dari pada Indonesia
mampu menjadi negara maju dari pada Indonesia, yaitu Malaysia, dan Negara lainnya kenapa kita
tidak bisa?, jawabannya adalah ketegasan hukum di Indonesia belum sepenuhnya
ditegakkan dengan kejujuran dan keadilan. Apabila kemerdekaan ingin diraih
dengan sempurna maka taatilah undang-undang yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, dan norma-norma dijalankan, ini menjadi kewajiban dan tanggung
jawab warga negara Indonesia.
Dalam pandangan agama buddha sebuah
kemerdekaan adalah sebuah kebebasan untuk mencapai kebahagiaan terlepas dari
dukkha (ketidak puasan) dan terlepas dari belenggu keinginan (tanha), selama
masih ada keinginan sebagai sebabnya, itulah awal dari ketidak puasan, ratap
tangis, kecewa, marah, jengkel, kesal, putus asa.
Maka sebabnya yang telah diketahui
adalah belenggu keinginan, maka perlu dihentikan atau dipatahkan, hingga
keakar-akarnya dan mampu dilenyapkan, sehingga membawakan pada pencapai
kesucian, maka dibutuhkan jalan yang dapat merealisasi dalam pencapaiannya
adalah jalan mulia berfaktor delapan, yaitu dikemas dalam 3 bagian yaitu Sila,
Samadhi dan Pañña.
Apabila kita melihat di riwayat
hidup buddha gotama sebelum beliau menjadi seorang buddha, apa yang beliau
dapatkan? beliau terperangkap selama 6 tahun karena ketidaktahuan beliau, karena
faktor kamma dimasa lalu, beliau menyiksa diri mulai tidak makan,
tidak minum, menahan derita yang panjang, dan
menekukkan lidah kelangit-langit hingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa,
hal itu beliau yakini, dari rasa sakit itu beliau akan mencapai kesucian,
melainkan beliau hampir meninggal dunia, akan tetapi karena ada dewa yang
menyamar menjadi seorang pemain kecapi dengan memetikan senar kecapi sebagai
simbol, dengan kebijaksanaan beliau, beliau tersadarkan dan meninggalkan
praktik hidup menyiksa diri, itu arti sebuah pengorbanan.
Sebagai perjuangan selanjutnya beliau
duduk dengan mengembangkan sati nya (konsentrasinya) beliau menembus kesempurnaan menjadi
seorang Buddha. Sehingga pencapai kebuddhaan beliau dapat dikatakan adalah
kemerdekaan yang sejati, tidak cukup beliau merdeka secara batin, beliau masih
terjajah oleh oknum-oknum yang ingin menghancurkan beliau seperti: devadata, cinca.
Tapi karena beliau adalah orang terbebas dari kilesa maka tidak ada satu mara
pun yang dapat menggoda beliau.
Perjuangan beliau menjadi seorang
pejuang dhamma, berjuang dari pada saat bliay menjadi bodhisatta dikehidupan
yang tak terhitung, beliau berjuang mengumpulkan parami untuk menjadi seorang
buddha, hingga menjadi seoerang buddha dan berjuang mengajarkan dhamma dan
menemui berbagai halangan, hingga berjuang meluruskan dan mendidik
siswa-siswanya, bertanggung jawab pada apa yang beliau ajarkan pada orang lain,
beliau bertanggung jawab pada siswa-siswanya, menetapkan vinaya secara tepat
dan bijak, serta meninggalkan warisan berupa dhamma hingga saat ini.
Tentu sebagai umat buddha, harus
dapat melestarikan perjuangan Guru Buddha Gotama yang diberikan berupa suri
teladan dan ajarannya yang mengajarkan untuk menghindari dua jalan ekstrim, dan
semangat, hidup untuk displin dan bertanggung jawab terhadap apa yang
dikerjakan serta harus dapat menghindari hal-hal yang dapat dicela oleh orang
bijaksana.
Marilah kita sebagai umat buddha yang memegang teguh
ajaran Dhamma untuk dapat merealiasi kemerdekaan (kebebasan) Nibbana dalam
hidup ini, sebagai hasil akhir dari sebuah perjuangan, berjuang melawan diri
sendiri, berjuang melawan nafsu, amarah, keserakahan di dalam diri. Dengan
menjalan sila dan samadhi dengan tekun dan baik, maka keteguhan hati akan muncul
sehingga kestabilan antara kemerdekaan menjadi Warga Negara yang baik dan
bertatasusila dalam pikiran, ucapan dan tingkah laku, sehingga konsep
kemerdekaan untuk Negara Indonesia dan konsep kemerdekaan untuk batin mencapai
Nibbana dapat terealisasi dengan perjuangan seorang pejuang sejati.
mantap... lanjutken....
BalasHapus